SEMARANG, solotrust.com - Graffiti, sebuah bentuk seni jalanan kontroversial, terus menjadi sorotan perdebatan apakah itu seni ekspresif atau tindakan vandalisme yang merusak. Dengan semakin berkembangnya seni jalanan sebagai bagian dari budaya perkotaan, pandangan masyarakat terhadap graffiti pun terus bervariasi.
Graffiti merupakan seni yang muncul akibat budaya pop di Amerika. Menurut dosen DKV Unika Soegijapranata, Ryan Nababan, graffiti tidak lepas dari diskriminasi kaum-kaum marjinal di Amerika.
"Graffiti juga dimanfaatkan untuk menjadi tandingan budaya konsumerisme karena pada saat itu budaya pop mulai gila-gilaan. Akhirnya mereka menjawab hal itu dengan coret-coretan,” tambahnya.
Ada dua sudut pandang mengenai graffiti ini. Sudut pandang pertama, mereka melihat graffiti sebagai bentuk seni menggabungkan kreativitas, warna, dan informasi. Banyak seniman graffiti dikenal atas karya mereka yang menghiasi tembok kota, menghadirkan kota seni yang semarak.
Mereka memandang seni jalanan sebagai cara untuk menyampaikan pendapat, menyampaikan pesan sosial, atau bahkan sekadar mempercantik lingkungan perkotaannya.
Sudut pandang kedua, mereka memandang graffiti sebagai tindakan vandalisme merusak fasilitas kota, termasuk rumah dan toko (Ruko) warga dengan cara mencoret-coret sembarangan atau melakukan tagging (coretan seperti tanda tangan) menyebabkan masyarakat resah dan dapat merusak estetika kota.
Beberapa kota di dunia berupaya menemukan keseimbangan antara mengapresiasi seni jalanan dan memerangi vandalisme. Beberapa tempat telah mengadopsi program kota mengizinkan seniman graffiti menghiasi dinding tertentu secara legal. Melalui program ini, para seniman dapat berekspresi secara bebas tanpa takut akan tuntutan hukum.
Namun, ada pula upaya untuk menegakkan hukum terhadap graffiti ilegal. Banyak yang percaya mengizinkan graffiti di area tertentu dapat membantu mengurangi vandalisme tanpa menghambat kreativitas seniman.
Sementara itu, yang lain percaya hal ini justru dapat menyebabkan peningkatan vandalisme, karena para seniman mungkin tidak puas dengan batasan ditetapkan.
Perdebatan terus berlanjut mengenai apakah graffiti adalah seni atau vandalisme. Satu hal yang pasti, seni jalanan telah menjadi bagian integral dari budaya perkotaan, memicu diskusi penting tentang kebebasan berekspresi, keindahan, dan batasan hukum.
Apakah graffiti dipandang sebagai seni atau vandalisme, diperlukan dialog terbuka dan solusi menggabungkan kepentingan seniman, masyarakat, dan pemerintah untuk mencapai keseimbangan secara tepat.
(Stefanus Julian)
(and_)