Serba serbi

Harapan Baru Bahasa Ainu, Ketika AI Menjadi Penyelamat dari Kepunahan

Serba serbi

5 Agustus 2025 16:05 WIB

Ilustrasi (Foto: Pixabay/Geralt)

Solotrust.com - Bahasa Ainu, bahasa asli penduduk di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Jepang Utara, pernah berada di ambang kepunahan. Selama lebih dari seabad, kebijakan asimilasi Jepang, termasuk pelanggaran bahasa Ainu di sekolah, hampir melenyapkan warisan budaya ini. Namun, berkat ketekunan komunitas Ainu dan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI), bahasa ini kini menatap masa depan dengan harapan baru.

Melansir BBC, Selasa (05/08/2025), Maya Sekine, seorang keturunan Ainu, tumbuh dengan mendengarkan kisah-kisah leluhurnya melalui kaset, namun menyadari bahasa tersebut hampir tidak lagi digunakan generasi lebih tua maupun teman-temannya.



Pengalaman ini mendorongnya untuk aktif memromosikan budaya dan bahasanya melalui platform media sosial. Keberanian Maya Sekine mencerminkan bangkitnya kesadaran di kalangan anak muda Ainu untuk kembali merangkul identitas mereka yang sempat disembunyikan karena stigma.

Peran AI dan Tantangannya dalam Revitalisasi Bahasa

Pada 2019, pemerintah Jepang secara resmi mengakui Ainu sebagai penduduk asli, membuka jalan bagi berbagai proyek revitalisasi. Salah satu inisiatif paling inovatif adalah penggunaan AI untuk melestarikan bahasa Ainu.

Para peneliti di Universitas Kyoto, dipimpin Tatsuya Kawahara, mendigitalkan ratusan jam rekaman audio lama. Mereka mengembangkan sistem AI ‘end-to-end’ yang dapat memproses suara menjadi teks tanpa data tata bahasa lengkap, sebuah terobosan penting untuk bahasa yang terancam punah.

Sistem AI ini mampu meniru penutur asli dan bahkan telah menghasilkan versi audio dari cerita-cerita kuno Ainu. Tujuannya adalah tidak hanya melestarikan bahasa, namun juga untuk menghadirkan alat bantu pengajaran, seperti avatar virtual yang dapat membantu generasi muda belajar bahasa Ainu.

Kendati menjanjikan, proyek ini juga menimbulkan kekhawatiran. Maya Sekine meragukan keaslian pengucapan yang dihasilkan AI, khawatir teknologi ini menyebarkan kesalahan. Kekhawatiran ini menggarisbawahi tantangan besar bagaimana memastikan teknologi digunakan secara etis dan transparan.

Para ahli menekankan pentingnya komunitas Ainu untuk terlibat penuh dan memiliki kendali atas data mereka, mengingat sejarah panjang eksploitasi budaya yang mereka alami. Terlepas dari tantangan tersebut, upaya ini menunjukkan Ainu adalah bahasa yang hidup dan terus berkembang.

Generasi muda Ainu, bahkan telah mengkreasikan kata-kata baru, seperti ‘imeru kampi’ untuk ‘surel’, membuktikan bahasa ini dapat beradaptasi dan tetap relevan di era modern. (Annabatista Bria)

*) Sumber

(and_)