SOLO, solotrust.com - Terlihat sederet memedi sawah (orang-orangan sawah) tegak berdiri di depan halaman Pendapa R.Ng Yasadipura Pusat Unggulan Iptek Javalogi (PUI Javanologi) Universitas Sebelas Maret (UNS), Rabu (25/09/2024). Bukan tanpa alasan, memedi sawah dipasang karena adanya The 1st International Summit and Art Performances.
Pada pagelaran pertamanya, PUI Javanologi UNS mengambil tema ‘Memedi Sawah: A Golden Symbol of World Food Security’. Menurut Ketua PUI Javanologi UNS, Prof Sahid Teguh Widodo, tema ini diambil karena memedi sawah dianggap sebagai simbol sistem pertanian tradisional yang kekal. Bahkan, memedi sawah juga dikenal sampai mancanegara.
"Memedi sawah itu satu simbol yang kami anggap kekal. Dia selalu ada dan di mana-mana ada," jelas Prof Sahid Teguh Widodo.
"Di Vietnam, di Thailand, Singapura, sampai ke Belanda, terus sampai Suriname pun ada (memedi sawah). Sampai yang ke sana, ke Afrika pun ada," sambungnya.
Prof Sahid Teguh Widodo mengatakan sudah ada rencana untuk mengadakan International Summit and Art Performances di tahun-tahun berikutnya. Tentu saja mengangkat tema berkaitan dengan perspektif Javanologi.
"Iya, kami merencanakan ini untuk yang first international summit pasti ada dua. Nanti tema-temanya ya ada di sekitar situ, mana yang paling populer, tapi komitmen kami ada di dalam teropong Javanologi, dalam perspektif Javanologi," ujarnya.
Acara dibagi menjadi dua hari di mana tiap harinya memiliki agenda berbeda. Pada hari pertama, terdapat International Summit dengan menghadirkan sembilan negara sebagai pembicara, yakni Indonesia, Belanda, Polandia, Amerika Serikat, Madagaskar, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Suriname. Pada sesi ini, para pembicara akan membahas mengenai memedi sawah yang ada di masing-masing negara mereka.
Pada hari kedua, terdapat sesi Art Performance menampilkan pameran busana etnik dan pertunjukan seni. Dalam acara pertunjukan seni, terdapat enam penampilan dibawakan beberapa seniman.
Salah satu seniman menampilkan karyanya adalah Mbah Jantit dengan membawakan tiga penampilan sekaligus, yakni Hongo Colo, Wayang Keong, dan Mbabar Simbok Pertiwi. Terdapat makna mendalam pada tiap penampilan yang disajikan Jantit. Salah satunya Wayang Keong, menceritakan tentang hewan-hewan dengan berbagai kebutuhannya sendiri, tanpa adanya rasa iri dengan hewan lain.
Lewat karya seninya ini, Jantit berharap agar manusia juga selalu menerapkan hukum hewan yang selalu fokus pada kebutuhannya sendiri, bukan pada kepentingan-kepentingan tertentu.
"Oleh karena itu, dengan ini saya berharap mudah-mudahan manusia juga seperti hukumnya hewan-hewan ini. Enggak ada kepentingan selain pada kebutuhannya sendiri, artinya kebutuhan dari kebenaran itu sendiri. Kebanyakan sekarang didasari kepentingan-kepentingan," kata Jantit.
Acara ini tidak dipungut biaya sehingga para pengunjung dapat dengan bebas menyaksikan pertunjukan yang disuguhkan para seniman.
*) Reporter: Nur Indah Setyaningrum/Rimadhiana
(and_)