JAKARTA, solotrust.com - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan pemblokiran sementara terhadap platform Internet Archive (Archive.org) merupakan langkah perlindungan masyarakat yang terukur dan berdasarkan prosedur hukum. Keputusan itu diambil setelah ditemukan sejumlah konten melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terutama konten bermuatan perjudian online (judol) dan pornografi.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, menyatakan langkah ini bukan sekadar pemblokiran dan juga tidak diambil dengan gegabah. Kemkomdigi telah berupaya berkomunikasi dengan pihak Internet Archive melalui surat resmi sebanyak beberapa kali, namun tak mendapat respons memadai.
“Jadi langkah cepat harus diambil untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan aman bagi masyarakat,” tegasnya di Jakarta, Kamis (29/05/2025), dilansir dari laman resmi Kementerian Komunikasi dan Digital RI, komdigi.go.id.
Ketika platform mengabaikan komunikasi regulator, lanjut Alexander Sabar, sementara pada saat bersamaan ditemukan pelanggaran serius, pemblokiran merupakan langkah terakhir yang perlu diambil.
Pemblokiran bukan kebijakan tiba-tiba. Kemkomdigi dikatakan Alexander Sabar bertindak melalui proses komunikasi resmi, termasuk pemberitahuan berkala, analisis konten, dan koordinasi internal.
“Kami tidak pernah tiba-tiba menekan tombol blokir. Ada proses panjang yang kami tempuh, termasuk memberikan waktu kepada platform untuk merespons dan menindaklanjuti temuan kami,” katanya.
Sebagai platform global dengan jutaan pengguna, Internet Archive memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum di negara tempat layanannya tersedia.
“Kami menyadari nilai Internet Archive sebagai arsip digital dunia, tapi nilai itu tidak bisa dijadikan tameng untuk membiarkan konten berbahaya dan melanggar hukum tetap tersedia di Indonesia,” tegas Alexander Sabar.
Perlindungan Masyarakat di Atas Segalanya
Penemuan konten pornografi dan perjudian online pada platform tersebut menjadi perhatian utama. Kedua jenis konten itu, menurut UU ITE dan regulasi digital nasional, tergolong pelanggaran serius. Kemkomdigi pun berkomitmen untuk menjaga ruang digital dari paparan konten membahayakan masyarakat, khususnya generasi muda.
“Ruang digital kita tidak boleh jadi ladang subur konten yang merusak. Kami di Kemkomdigi punya mandat untuk menertibkan itu dan setiap langkah yang kami ambil adalah demi perlindungan publik,” ujar Alexander Sabar.
Ia menyebutkan, sejak awal pihaknya tak menutup pintu dialog, namun ketika tidak ada komunikasi balik, negara wajib bertindak tegas.
“Kami lebih memilih komunikasi dan koreksi, bukan sanksi, tapi jika itu tak mungkin, maka perlindungan masyarakat harus jadi prioritas,” imbuhnya.
Selain konten berbahaya, Kemkomdigi juga menemukan sejumlah konten di Internet Archive berpotensi melanggar hak cipta. Sebagai platform penyimpanan digital, Internet Archive mengarsipkan jutaan buku, film, musik, dan perangkat lunak, beberapa di antaranya masih dilindungi hukum kekayaan intelektual.
“Indonesia punya UU Hak Cipta. Kami juga bertanggung jawab melindungi industri kreatif nasional dari pembajakan digital. Konten-konten yang belum jelas status lisensinya perlu dievaluasi bersama,” ungkap Alexander Sabar.
Perlindungan terhadap pelaku kreatif dalam negeri harus menjadi perhatian bersama.
“Kalau ada buku atau film karya anak bangsa diarsipkan tanpa izin, tentu itu merugikan kreator kita. Negara tak bisa diam,” tegasnya.
Alexander Sabar pun menegaskan, pemblokiran ini bersifat sementara, bukan permanen. Setelah pihaknya memastikan konten yang melanggar telah dibersihkan dan sistem moderasi platform diperkuat, akses terhadap Internet Archive kembali dibuka.
Langkah pemblokiran sebagai bentuk eskalasi bertujuan membangun komunikasi yang sebelumnya tidak berjalan. Menurut Alexander Sabar, pengalaman menunjukkan beberapa platform baru merespons serius setelah pemerintah mengambil tindakan tegas.
“Ini sudah jadi praktik umum dalam diplomasi digital. Ketika komunikasi tak berjalan, tindakan konkret bisa jadi penggerak solusi. Kami sudah lakukan itu dengan platform besar lainnya, seperti YouTube, Google, dan TikTok,” katanya.
(and_)