YOGYAKARTA, solotrust.com- Peneliti Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta mengembangkan alat sistem peringatan dini bencana tanah longsor sederhana dan mudah dioperasikan, yang dinamai Sipendil. Sipendil merupakan sistem peringatan dini longsor yang bekerja berdasarkan pada ambang batas hujan.
Alat yang dikembangkan menggunakan komponen sederhana ini diperkenalkan pada Jumat (18/5/2018). Tersusun atas dua komponen utama, yakni pipa penampung air hujan dan kotak pengontrol. Pada kotak pengontrol terdapat sejumlah komponen, seperti kran pelimpah, lampu indicator, pengontrol ambang batas dan power.
Pembuat sistem peringatan dini Sipendil, Nugroho Christanto mengatakan, cara kerja sistem peringatan dini longsor yang diberi nama Sipendil ini cukup sederhana. Peringatan dini tanah longsor bekerja berdasarkan ambang batas hujan, apabila curah hujan yang tertampung pada tabung penampungan melewati ambang batas, maka sirine berbunyi memberikan peringatan pada warga setempat.
Pengaturan nilai ambang batas dilakukan melalui pengontrol ambang batas yang dapat diatur pada angka ambang batas 55 hingga 80 milimeter. Sistem peringatan dini longsor ini juga dilengkapi dengan lampu indicator, yang akan menyala saat curah hujan melebihi ambang batas, sehingga masyarakat dengan gangguan pendengaran tetap bisa mengetahui jika alarm berbunyi.
Setiap wilayah akan memiliki ambang batas yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik lahan, seperti tebal tanah, tipe tanah dan kemiringannya. Untuk itu diperlukan dukungan data kejadian longsor dan data curah hujan yang pernah terjadi. Dari data tersebut akan diperoleh korelasi antara curah hujan dan longsor sebagai dasar penentu ambang batas kemampuan tanah untuk merespon curah hujan maksimal.
“Jadi fungsinya memberikan peringatan bahwa hujan yang terjadi itu mungkin mampu menimbulkan longsor. Jadi tidak mendeteksi tapi memberikan peringatan.” Ungkap Nugroho.
Sumber: Antara
(wd)