Serba serbi

Suara Sejumlah Musisi Tanah Air yang Tolak RUU Permusikan

Musik & Film

05 Februari 2019 06:11 WIB

Visual perjuangan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (Dok Via Instagram @rarasekar)

SOLO, solotrust.com - Pada Minggu (3/2/2019), para pelaku musik Indonesia yang menamai dirinya Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan menyatakan sikap bahwa mereka menolak RUU Permusikan untuk diundangkan.

"Setelah membaca dan menelaah naskah RUU Permusikan saat ini, kami merasa tidak ada urgensi bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Pemerintah untuk membahas dan mengesahkannya untuk menjadi Undang-Undang," demikian bunyi pernyataan sebagaimana diunggah Rara Sekar, musisi yang dulu aktif dalam duo Banda Neira.



Selain Rara, sejumlah musisi lain juga mengunggah postingan pernyataan sikap serupa, seperti Adrian Yunan yang dulu aktif dalam band Efek Rumah Kaca dan Jerinx SID.

Dalam pernyataannya, mereka menilai naskah tersebut menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi dan menghambat dukungan perkembangan proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik.

"Kami tetap mendukung upaya menyejahterakan musisi dan terbentuknya ekosistem industri musik yang lebih baik, hanya caranya bukan dengan mengesahkan RUU ini," harap mereka seperti tertulis dalam pernyataan sikap tersebut.

Secara umum, RUU Permusikan ini dinilai memuat pasal yang tumpang tindih dengan beberapa undang-undang yang ada seperti Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan Undang-Undang ITE.

RUU ini juga dinilai bertolak belakang dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, serta bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi.

Secara pribadi, Rara Sekar juga menyampaikan kesedihannya setelah membaca naskah akademik perihal RUU Permusikan ini.

"Membaca naskah akademik ini membuat saya sedih. Selain latar belakang masalah, identifikasi masalah dan kerangka teoretis yang membingungkan, interpretasi naskah ke dalam pasal-pasal yg tidak nyambung, secara keseluruhan naskah ini juga memprihatinkan karena tidak memenuhi kaidah-kaidah akademik. Misal, salah satu sumber untuk teorinya diambil dari makalah siswa yang diunggah di Blogspot? Kacau. Udah gila? Kalau gini modelnya, ga kebayang berapa banyak UU yang lolos dengan basis naskah akademik yang tidak akademik sama sekali?," tulisnya.

"...Setelah membaca pasal-pasal yang ada, kami melihat RUU ini sebagai upaya membatasi perkembangan musik independen, dan kegiatan-kegiatan musik yang lahir-tumbuh dan hidup di masyarakat, dan mencoba menyeragamkan dan memonopoli perkembangan musik di Indonesia. Kalau memang musik (seperti yang ditulis di naskah akademik) adalah elemen penting dalam pemajuan kebudayaan, maka RUU Permusikan jelas akan mematikan kebudayaan. Apalagi yang dianggap “bersebrangan” dengan “kekuasaan," sambungnya.

Tak hanya Rara Sekar, sejumlah musisi lain juga ramai menolak RUU Permusikan ini dengan menyuarakannya via Instagramnya masing-masing, Senin (4/2/2019) seperti Dhira Bongs, Dochi Pee Wee Gaskins, Marzuki Mohamad Jogja Hip Hop Foundation, Pusakata, Epiphania Mocca, Stars and Rabbit, dan Fourtwnty.

"Maaf, tapi tolong jangan ikat kita yaaa, udah cukup susah selama ini berjuang sendirian, berada dalam situasi ‘bawa nama harum Indonesia tanpa dibantu Indonesia’, jangan ditambah beban lagi," tulis Dhira Bongs, musisi yang tahun ini akan tampil membawa nama Indonesia di festival SXSW di Amerika Serikat.

"Semakin banyak yang menanyakan apa suara saya mengenai subjek ini, well, #tolakruupermusikan karena harusnya mendukung kebebasan berekspresi dan melindungi dengan memperbaiki tata kelola industri permusikan. Banyak sekali yang berpotensi jadi ‘pasal karet’ yang bisa dipakai penguasa untuk mendikte sebuah karya dan mempermasalahkan yang mereka tidak suka," tulis Dochi Pee Wee Gaskins (PWG), musisi yang bandnya juga telah seringkali tampil di dunia internasional seperti Summer Sonic di Jepang.

"Bersama @javahiphop kami adalah kolektif yang gak bisa memainkan alat musik, tidak paham notasi, tapi bisa bikin lagu, mengambil budaya luar (hip-hop) dan mencampurkannya dengan budaya Jawa. Separuh bumi sudah kami kelilingi berkendara musik karya kami membawa nama Indonesia. Oleh karena itu kami ikut #tolakruupermusikan --UU seharusnya mendukung kebebasan berekspresi dan melindungi melalui tata kelola industri musik yang baik," tulis Marzuki Mohamad, salah satu anggota Jogja Hip Hop Foundation, grup yang sudah memperdengarkan musiknya di berbagai belahan dunia seperti menggelar tur di Eropa. (Lin)

(way)