SOLO, solotrust.com – Wali Kota Surakarta FX. Hadi Rudyatmo menegaskan bila alasan regrouping (penggabungan) SDN Bumi dan Purwotomo adalah kebijakan Pemkot Surakarta dalam penataan jumlah siswa, bukan karena adanya Anak Dengan HIV/AIDS (ADHA) hingga berujung pada penolakan wali murid pada bulan Januari 2019 lalu.
“Regrouping itu murni kebijakan Pemkot, murid sekolah dasar kan harus sekian sekian, waktu memasukkan ke sana tidak ada yang tahu, dan memang harus tidak ada yang tahu,” kata Rudy dalam unggahan akun Instagram pribadinya, Sabtu (16/2/2019) saat diwawancara stasiun televisi swasta Jumat (15/2/2019) sore.
Dalam wawancaranya, Wali Kota menuturkan bila Yayasan Lentera tidak melakukan komunikasi yang baik dengan Pemkot Surakarta. Rudy meminta kepada Yayasan Lentera agar memberikan perhatian lebih lebih terhadap anak-anak ADHA.
“Dulu kan anak-anak dalam proses pendidkan masih ada di wilayah Laweyan, rumah ADHA Yayasan lentera pada waktu itu tidak bisa menampung lagi, kemudian pindah di tanah milik Pemkot Surakarta, dibangun dengan anggaran dari Kementerian Sosial saat Khofifah Indar Parawansa masih mejabat menjadi Menteri. Yayasan Lentera jangan menang sendiri, Jadi mohon jangan menyalahkan pemerintah, namun anak-anak juga dirawat, bahkan membangun bangunan baru tidak izin dengan pemkot,” ungkap dia.
Rudy menyebut bila Yayasan Lentera tidak merawat anak-anak dengan baik, karena ada luka di tubuh dan diketahui ADHA, sehingga berujung penolakan wali murid di SDN Purwotomo.
“Anak-anak itu memiliki luka yang cukup banyak karena kurang terawat akhirnya diketahui pengidap HIV/AIDS terus muncul penolakan,” ujar dia.
Sementara itu, wali kota akan terus berupaya menjamin masa depan anak-anak dengan HIV/AIDS, saat ini Pemkot tengah memikirkan sejumlah upaya yang terbaik bagi ADHA agar tidak ada diskriminasi. Termasuk dengan menggalakkan Warga peduli Aids (WPA) di tingkat Rukun Warga (RW) di setiap kelurahan yang tugasnya adalah melakukan sosialisasi, pencegahan hingga pengobatan HIV/AIDS.
“Solusi pertama kami coba carikan sekolah terdekat, kita juga akan berikan edukasi ke masyarakat yang menolak. Solusi kedua, home schooling di rumah singgah yang saat ini sedang kami diskusikan, di Solo kami tidak ingin ada diskriminasi, semua kita tampung, jadi regrouping itu kebijakan bukan karena ada anak HIV/AIDS,” jelas Rudy.
Dalam perkembangannya, akun Komisi Perlindungan Anak Kota Surakarta dengan nama @perlindungananak_surakarta memberikan komentar di Insagram Wali Kota dengan membawa kabar baik, bila anak-anak dengan HIV/AIDS bisa kembali bersekolah atas koordinasi Komisi Perlindungan Anak, instansi terkait dan Yayasan Lentera.
“Alhamdulillah sudah terkondisikan dari pihak-pihak terkait, seperti Komisi Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan , Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat , Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Yayasan Lentera. Insya Allah anak-anak bisa segera sekolah kembali. Yuk kita jauhi penyakitnya tapi bukan orangnya,” tulis Official Account itu. (adr)
(wd)