SOLO, solotrust.com – Yayasan Lentera menyebut bila anak dengan HIV/AIDS (ADHA) membutuhkan pendidikan formal, mereka layak untuk mendapatkan kesempatan memakai seragam sekolah, berpamitan di pagi hari dengan orang tua asuh mereka dan duduk di bangku sekolah.
Hal itu diungkapkan Ketua Yayasan Lentera, Yunus Prasetyo saat diminta tanggapan oleh awak media terkait dengan penolakan yang dialami belasan anak dengan HIV/AIDS dari Yayasan Lentera di SDN Purwotomo, pasca regrouping dengan SDN Bumi, peristiwa itu terjadi sekitar bulan Januari 2019 yang lalu hingga menyebabkan anak-anak itu keluar dari sekolah.
“Mereka keberetan meminta anak dari Yayasan Lentera tidak bersekolah di situ, dan pihak sekolah juga menyetujui, itu yang terjadi. Kami ingin anak-anak ini tetap sekolah formal, bukan homeschooling, karena kebutuhan anak ini bukan hanya sebatas belajar di sekolah, tapi lebih kepada bersosialisasi dan bermain dengan anak-anak yang sebaya dengan dia di luar panti, kami ini mereka melihat dunia luar, ada kebanggaan semangat lebih untuk belajar,” ungkap Yunus kepada wartawan di Yayasan Lentera, Jumat (15/2/2019).
Meskipun sebelumnya sudah kerap mendapat penolakan, namun kali ini Yayasan Lentera menyayangkan kebijakan regrouping yang diterapkan Pemkot Surakarta dengan menggabungkan SDN Bumi ke SDN Purwotomo. Pasalnya, selama di SDN Bumi anak-anak sudah mendapatkan kenyamanan dan diterima dengan baik oleh pihak sekolah. Dan menrutnya, pendidikan yang layak bagi anak Yayasan Lentera adalah tanggung jawab pemerintah. Di sampingnya, Yunus menyayangkan stigma negatif di masyarakat.
“Kami biasa dengan penolakan, sering kami ditolak, cuma saya menyayangkan program dari disdik proses regrouping menggabungkan kedua SD ini tanpa ada sosialisasi yang jelas sehingga terjadi gejolak, karena sebelumnya 3 tahun di sana tidak masalah, kondusif, kepala sekolah dan guru mendukung, teman yang lain bersosialisasi dengan baik, lingkungan sekolah tidak ada masalah, begitu dipindah bergejolak wali murid SDN Purwotomo menolak,” beber dia.
Sebelumnya diberitakan, mendengar adanya penolakan dari orang tua siswa terhadap sejumlah anak penghuni Yayasan Lentera yang bersekolah di SDN Purwotomo pasca regrouping dengan SDN Bumi, Pemkot Surakarta tidak tinggal diam. Kepala Dinas Pendidikan Kota Surakarta Etty Retnowati mengaku tengah memikirkan alternatif bagi ADHA (Anak Dengan HIV/AIDS) agar tetap dapat mendapatkan pendidikan yang layak.
"Pertama kami upayakan untuk bersekolah di lokasi sesuai zonasi ada yang sudah menyatakan siap, tapi kan bukan dari sekolah penolakan dari masyarakat, alternative terakhirnya kita sediakan homeschooling bagi mereka, jika memang penolakan terus mengalir, pendidikan bisa formal bisa nonformal," kata Etty.
Selain itu, langkah yang bakal ditempuh Dinas Pendidikan bersama Komisi Perlindungan Anak, dan dinas-dinas terkait adalah dengan mengedukasi masyarakat dengan memberikan sosialisasi, melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman terhadap masyarakat tentang ADHA.
Senada dengan Etty, Wali Kota Surakarta FX. Hadi Rudyatmo mengaku terus mengupayakan solusi terbaik bagi ADHA tanpa mendiskriminasi.
"Pertama kami coba carikan sekolah terdekat, kalau masih ada penolakan, alternatifnya home schooling di rumah singgah yang sedang kami bahas, di Solo ini kami tidak ingin ada diskriminasi, semua kita tampung," jelas Rudy. (adr)
(wd)