KLATEN, solotrust.com- Kondisi geografi dan topografi di lereng Merapi bisa dikatakan sebagai penyebab utama dalam pengembangan klaster tersebut. Selain itu, minim sumber air alami, sehingga ketersediaan air pertanian sangat tergantung hujan.
Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan Ekonomi Bappeda, Wahyu Hariyadi mengatakan, pengembangan sayuran organik di kawasan lereng Merapi terkendala air. Lahan di kawasan tersebut masih membutuhkan tadah hujan, sebab, setiap musim kemarau daerah itu mengalami kekeringan.
“Disana masih tergantung air hujan sehingga sulit untuk dikembangkan,” kata dia, Senin(13/11/2017).
Bila lahannya tidak tadah hujan, lanjut dia, maka petani setempat bisa panen setahun dua kali. Meski demikian, pertanian sayuran organik menguntungkan petani, sehingga semakin banyak yang menekuni.
‘’Memang ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam pengembangan klaster lereng Merapi. Namun upaya pengembangan terus dilakukan, salah satunya dalam pengelolaan desa wisata di desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,’’ ujar Wahyu.
Di dekat obyek wisata Deles Indah dibuat gasebo, homestay, dan ruang kegiatan di rumah Ketua Koperasi Srikandi, Yamik. Mereka juga akan mendirikan showroom untuk ruang pamer dan menjual produk-produk yang dihasilkan mulai dari makanan olahan sampai kerajinan, kepada wisatawan yang datang.
Sayangnya, rencana tersebut juga terkendala karena lahan yang lokasinya dipandang strategis di pinggir jalan dekat Balaidesa Sidorejo, ternyata tanah milik Perhutani.
‘’Kerajinan bambu cendani yang sempat bangkit, sudah bisa masuk ke Jepang. Namun, kini terkendala bahan baku. Bambu cendani yang sebelumnya banyak terdapat di Desa Sidorejo dan sekitarnya, nyaris habis karena suatu sebab,’’ ujar dia.
Menurutnya, masyarakat lereng Merapi mempunyai keunggulan yakni SDM-nya ulet, mempunyai semangat tinggi serta punya inovasi dan kreatifitas juga kekompakan. Hal itu yang mendasari terbentuknya forum kluster lereng Merapi sejak tahun 2004.
Kawasan itu merupakan sentra ternak sapi terbesar di Klaten, karena hampir semua rumah mempunyai sapi. Populasinya mencapai 30 persen dari total populasi sapi di Kabupaten Klaten yang mencapai 105.000 ekor sapi potong dan 5.000 ekor sapi perah.
“Telah pula dikembangkan ternak kambing peranakan etawa (PE) di Desa Tangkil sebanyak 60 ekor dan Desa Bumiharjo sebanyak 50 ekor. Perkembangannya bagus, karena awalnya dua desa itu hanya mendapat bantuan 10 ekor untuk masing-masing desa,” pungkasnya.
(jaka-Wd)
(Redaksi Solotrust)