SOLO, solotrust.com - PINSAR Petelur Nasional (PPN) menggelar Musyawarah Nasional (Munas) kedua pada 24-25 April 2019 di Orient Restoran, Solo. Sebanyak 1000 peternak petelur (layer) dari seluruh Indonesia hadir untuk pemilihan pengurus baru serta penyampaian aspirasi. Terlebih perwakilan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dihadirkan sebagai narasumber.
Ketua Panitia Pelaksana Munas PPN, Heru Santoso menjelaskan, tema Munas kali ini adalah Asosiasi yang Kuat, Solid, Bermartabat Menuju era Industri 4.0. Para peternak diharap melek digital sebab salah satu kriteria menuju industri 4.0 adalah masalah komunikasi secara online sehingga dapat memotong rantai distribusi.
"Dengan sistem online, industri perunggasan produsen telur supaya maju dan efisien. Salah satunya mau tidak mau memotong rantai distribusi, sehingga distribusi lebih mudah. Bila tidak justru peternak akan tergilas teknologi," tuturnya pada media di sela acara, Kamis (25/4/2019).
Menurutnya, komoditas telur penting sebagai sumber protein hewani yang sehat dan harganya murah. Produk ini dinilai mencerdaskan bangsa terutama agar anak-anak cerdas dan sehat. Diharapkan masyarakat selalu gampang mendapatkan telur, baik telur yang biasa hingga telur premium seperti telur omega 3, low cholesterol, dan telur berkhasiat yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Dalam Munas tersebut terdapat beberapa bahasan penting yang disampaikan kepada perwakilan Kementerian Pertanian yang hadir. Terutama terkait mahalnya harga jagung yang digunakan sebagai pakan ayam petelur. Serta mahalnya harga bibit ayam petelur yang telah terjadi dalam setahun ini. Dengan mahalnya biaya produksi terutama di pakan dan bibit dinilai akan mematikan peternak rakyat.
"Tentang pengaturan pengadaan jagung, jagung itu unsur 50% dari pakan padahal pakan itu sendiri 70% nilai investasinya dari total. Jagung harga sampai tinggi, ini kan perlu diatur oleh pemerintah. Kedua, bibit Day Old Chick (DOC) seharusnya tidak terlalu tinggi harganya dan mudah didapat sehingga optimal. Semua pihak berusaha, peternak, pembibit dan pabrik pakan tidak saling menggilas, harus satu mata rantai kesatuan," paparnya.
Ia mengungkap, harga bibit ayam saat ini termasuk mahal. Untuk harga bibit ayam potong Rp 6000 - Rp 7.000 per ekor ayam pedaging atau broiler. Bibit ayam petelur saat ini Rp 10.000 - Rp 11.000 per ekor. Harga ini termasuk tinggi sebab dulu hanya Rp 5.000 - Rp 5.500 per ekor. Dengan kata lain, harga bibit hampir dua kali lipat sekarang.
Kata Heru, pemangku kebijakan terutama pemerintah semestinya membantu memberi solusi para peternak. Bila harga bibit tinggi dampaknya otomatis ongkos produksi tambah dan kalau terlalu ekstrem bisa mengancam peternak. Penetapan HPP Rp 18.000 per kg dengan harga jual telur Rp 20.500 per kg saat ini dinilai masih memberi keuntungan pada peternak. Tapi bila harga telur dari kandang jatuh ke Rp 17.000 padahal HPP Rp 18.000, para peternak justru menombok.
"Yang diharapkan dari Munas ini supaya usaha peternakan dan peternak rakyat sebagai penyedia gizi protein hewani yang murah dan terjangkau oleh rakyat, bisa hidup dan lancar dalam arti usahanya ada keuntungan. Ya tentu kayak harga jagung dan harga DOC bisa terkendali sehingga optimal bagi semua pihak," harapnya yang sekaligus menjabat sebagai Sekretaris BPN Solo.
Adapun para peternak yang menghadiri Munas antara lain dari daerah Banyuwangi, Jember, Surabaya, Lumajang, Malang, Blitar, Kediri, Madiun, Solo, Purwokerto, Kendal, Ciamis, Jakarta, Lampung, Palembang, serta perwakilan dari Sulawesi dan Kalimantan. Dalam Munas tersebut, Yudianto Yosgiarso terpilih sebagai Ketua PPN. (Rum)
(wd)