Hard News

Pilwalkot, Satpol PP Tertibkan 25 Pelanggaran Spanduk Per Hari

Jateng & DIY

5 Januari 2020 03:03 WIB

Petugas Satpol PP Kota Solo menertibkan pemasangan bendera salah satu bakal calon peserta Pilwalkot Solo 2020 lantaran melanggar Perda di Kreteg Abang, Solo, Kamis (12/12/2019). (Dok. Satpol PP Solo)

SOLO, solotrust.com – Memasuki masa Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo (Pilwalkot) 2020 banyak MMT, spanduk, dan poster bertebaran di lokasi tidak semestinya dan membuat kumuh kota. Pada 2019 hingga saat ini, rata-rata Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menertibkan media promosi luar ruang semacam itu sebanyak 25 buah per hari.

“Ini karena tahun persiapan Pilkada (pemilihan kepala daerah), itu banyak sekali. Menjelang 2020 kemarin banyak spanduk yang kami tertibkan,” kata Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Kota Solo, Agus Siswo Riyanto, Sabtu (04/01/2020)



Dijelaskan, dasar penertiban adalah Peratuan Daerah (Perda) tentang reklame dan lingkungan, yakni di luar titik yang telah ditentukan. Satpol PP tidak memandang konten spanduk. Sejauh ini tak ada masyarakat protes spanduknya dicopot petugas.

“Reklame kan sudah ditentukan titik-titiknya, cirinya kan gampang, seperti pemasangan di dinding, tiang, pepohonan. Kalau Satpol PP lepas dari konten, bukan wewenang kami karena mereka melanggar spot reklame. Dampaknya menjadi kumuh, maka masuknya di dua Perda,” tukasnya.

Satpol PP memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) sebelum melakukan operasi penertiban. Terlebih dahulu mengambil gambar sebagai dokumentasi, kemudian ditindaklanjuti perekaman data.

“Rata-rata 20 sampai 25 spanduk, baik dari pendukung dua bakal calon di Solo yang sedang ramai. Ini juga menjadi fokus kami tahun ini,” ujar Agus Siswo Riyanto.

Pengawasan intens dilakukan petugas Satpol PP di lokasi yang dinilai rawan pemasangan spanduk ilegal, salah satunya di jalan protokol Kota Solo. Sementara pemasangan spanduk di perkampungan, pihaknya meminta peran pro aktif masyarakat jika memang terganggu dan ingin protes bisa lapor ke Satpol PP.

“Paling rawan jalan protokol itu fokus kami. Kalau di kampung-kampung tidak kami injak, itu ranah masyarakat. Kalau masyarakat tidak protes, ya kami kembalikan ke masyarakat. Jalan protokol saja sudah banyak sekali, kami tidak melihat konten, tetapi yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,” terangnya. (adr)

(redaksi)