Pend & Budaya

Dodot Agung, Busana Milik Keraton Surakarta yang Hanya Diperbolehkan untuk Pernikahan

Pend & Budaya

8 Juni 2020 22:01 WIB

Para Penari Bedhaya Ketawang menggunakan Dodot Agung atau Solo Basahan. (dok. dody)

 

Solotrust.com- Dalam pelaksanaan pernikahan budaya Jawa khususnya Solo, kedua mempelai menggunakan busana dan juga make up khas adat kota Solo, yakni dengan menggunakan Dodot Agung atau Solo Basahan. Pemakaian pakaian khas adat tersebut tidak terlepas dari keberadaan Keraton Surakarta Hadiningrat.



Dalam akun instagram @kraton_solo pada hari Minggu (7/6/2020) dijabarkan tentang penggunaan busana adat Dodot Agung beserta asal mulanya.

"Jika menilik asal muasal gaya busana tersebut, Keraton mengambil atau nedhak ageman/busana yang dikenakan pensri Bedhaya Ketawang." tulis caption akun instagram @kraton_solo.

"Seperti yang diketahui penciptaan busana dan tari tersebut tidak pernah lepas dari olah batin sang penciptanya, dan dalam kepercayaan Keraton, busana tersebut adalah milik Kanjeng Kencanasari / Kanjeng Ratu Pantai Selatan sekaligus pemilik tarian Bedhaya Ketawang." lanjut bunyi caption @kraton_solo menjelaskan tentang asal mula busana Dodot Agung atau Solo Basahan.

Masyarakat Jawa sampai saat ini masih meyakini bahwa tata cara adat perkawinan atau pernikahan yang menggunakan sumber dari Keraton Surakarta dipercaya mempunyai kekuatan doa, serta harapan, karena dalam tata cara yang dilakukan menggunakan kebudayaan yang berasal dari para leluhur terdahulu yang begitu luhur. Termasuk dengan menggunakan busana serta make up adat dalam melangsungkan pernikahan.

Adapun ciri khas dari busana Dodot Agung ialah, ukel bokor mengkureb, paes dengan warna hijau, alis menjangan ranggah, cunduk mentul dengan motif alas-alasan, roncengan bunga melati yang jatuh hingga ke dada dan dodot ageng dengn motif aras-arasan.

Masih menurut keterangan di akun instagram @kraton_solo bahwa pada zaman dahulu penggunaan busana ini hanya diperkenankan digunakan untuk putri Raja yang hendak melangsungkan pernikahan. Namun semenjak pemerintahan Keraton Surakarta dipegang oleh raja Susuhunan Pakubuwono XII, busana ini kemudian diperbolehkan untuk keluar dari tembok keraton dan digunakan oleh masyarakat umum.

Busana ini sebenarnya ialah busana Kanarendran atau busana milik Keraton Surakarta Hadiningrat. Busana ini berbeda dengan yang digunakan oleh Keraton Kasultanan Yogyakarta, sebab semenjak perjanjian Giyanti ditanda tangani, kedua kerajaan mempunyai ciri khas masing-masing salah satunya dalam penggunaan busananya. (dd)



(wd)