Hard News

Sepekan Masa Kampanye, Bawaslu Keluarkan 70 Surat Tertulis bagi Pelanggar Protokol Kesehatan

Sosial dan Politik

6 Oktober 2020 16:31 WIB

Ilustrasi (Dok. Istimewa)

JAKARTA, solotrust.com - Selama sepekan masa tahapan kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah mengeluarkan 70 surat tertulis kepada para perserta yang melanggar aturan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19.

Hal itu diungkapkan anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar dalam diskusi dalam jaringan (Daring) bertajuk Media dan Pilkada: Antara Peran Kritis dan Ancaman Infeksi yang digelar Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), awal pekan ini.



“Surat tersebut merespons kejadian pelanggaran yang terjadi di 40 kabupaten/kota selama awal masa kampanye Pilkada serentak 2020,” ucapnya, dilansir dari laman resmi Badan Pengawas Pemilihan Umum, bawaslu.go.id.

Fritz Edward Siregar menambahkan, dalam menegakkan aturan, Bawaslu bertindak sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020, tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota, dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19.

Aturan tersebut memperbolehkan ada pertemuan terbatas maksimal 50 orang, menggunakan masker, jaga jarak minimal satu meter, dan kesiapan alat untuk cuci tangan seperti hand sanitizer.

“Jika ada paslon (pasangan calon) yang tidak memenuhi salah satu poin tersebut, maka bisa dinyatakan telah melanggar aturan,” tegasnya.

Alumni S3 University of New South Wales 2016 ini menuturkan, Bawaslu bersama kepolisian telah membubarkan 48 kegiatan kampanye melanggar protokol kesehatan. Mekanismenya, saat ada kampanye dianggap melanggar, pengawas di lokasi langsung meminta peserta dan simpatian untuk memenuhi syarat yang berlaku.

“Jika satu jam tidak diperbaiki, maka Bawaslu bersama kepolisian akan membubarkan kegiatan tersebut. Seperti di 27 kabupaten/kota, di antaranya Sleman, Lamongan, Pemalang, Samosir, Sungai Penuh, dan Pasaman,” terangnya.

Fritz Edward Siregar mengakui pesta demokrasi di masa pandemi membutuhkan kreativitas dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan masyarakat. Pasalnya, ada hal yang tak bisa lagi dilakukan seperti tahapan pilkada periode sebelumnya karena berpotensi menyebarkan Covid-19.

(redaksi)