BOGOR, solotrust.com - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas bersama jajarannya membahas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Jumat (09/10/2020). Presiden menegaskan secara umum UU Cipta Kerja bertujuan melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi.
“Pagi tadi saya telah memimpin rapat terbatas secara virtual tentang Undang-Undang Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan para gubernur. Dalam Undang-Undang tersebut terdapat sebelas klaster yang secara umum bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi,” kata Jokowi dalam keterangan resmi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Adapun kesebelas klaster dimaksud, yakni urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Kepala Negara juga menjelaskan UU Cipta Kerja disusun untuk memenuhi kebutuhan atas lapangan kerja baru yang sangat mendesak. Menurutnya, setiap tahun ada sekira 2,9 juta penduduk usia kerja baru masuk ke pasar kerja. Apalagi di tengah pandemi, terdapat sekira 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak Covid-19.
“Sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja, memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, di mana 39 persen berpendidikan sekolah dasar, sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya. Jadi UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta pengangguran,” jelasnya.
Namun demikian, presiden melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja, pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoax di media sosial. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Kepala Negara hendak meluruskan beberapa disinformasi tersebut.
Jokowi mengambil contoh adanya informasi menyebutkan tentang penghapusan UMP (Upah Minimum Provinsi), UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota), dan UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi).
“Hal ini tidak benar karena faktanya adalah Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada,” tegasnya, dilansir dari laman resmi Presiden RI, presidenri.go.id.
Selain itu, ada pula kabar menyebutkan upah minimum dihitung per jam. Dengan tegas presiden menyatakan hal itu juga tak benar.
“Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” imbuhnya.
Demikian pula dengan kabar menyebut semua cuti, baik cuti sakit, cuti pernikahan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, dihapus dan tidak ada kompensasinya. Jokowi sekali lagi menegaskan kabar itu tidak benar dan menyatakan hak cuti tetap ada.
“Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Tidak benar. Yang benar, perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak. Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar adalah jaminan sosial tetap ada,” paparnya.
Di samping itu, presiden juga menepis kabar UU Cipta Kerja mendorong komersialisasi pendidikan. Menurutnya, yang diatur dalam klaster pendidikan UU Cipta Kerja hanyalah pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini, apalagi perizinan untuk pendidikan di pesantren, itu tidak diatur sama sekali dalam Undang-Undang (Cipta Kerja) ini dan aturan yang selama ini ada tetap berlaku,” tegasnya.
Adapun terkait keberadaan bank tanah, Kepala Negara menjelaskan bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma agraria.
“Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah,” tandasnya
(redaksi)