Hard News

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual HAKI di Indonesia

Nasional

27 Januari 2021 17:19 WIB

Solotrust.com - Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah salah satunya hak landasan yang dilindungi oleh beberapa produk hukum di beberapa negara. Tidak itu saja, agunan atas HAKI tercantum oleh bermacam dokumen dan persetujuan internasional.

 



Maklumat Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights / UDHR) misalkan, dalam Pasal 27 ayat (2) mengatakan jika, "Tiap manusia mempunyai hak untuk memperoleh pelindungan, baik secara kepribadian, atau kebutuhan material, yang dibuat hasil dari kreasi saintifik, literatur, atau seni yang dibikinnya."

 

Indonesia sendiri juga mempunyai rangka hukum untuk jamin hak kekayaan intelektual dan salah satunya ialah Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 mengenai Paten. Dalam Pasal 1 UU Hak Cipta misalkan, dipastikan jika "Hak Cipta ialah hak terbatas pembuat yang muncul secara automatis berdasar konsep deklaratif sesudah satu ciptaan direalisasikan berbentuk riil tanpa ada kurangi limitasi sesuai ketetapan ketentuan perundang-undangan."

 

Saat itu, dalam Pasal 1 UU Paten, disebut jika paten ialah "hak terbatas yang diberi oleh negara ke inventor berdasar hasil invensinya di bagian tehnologi untuk periode waktu spesifik melakukan sendiri invensi itu atau memberi kesepakatan pada pihak lain untuk melakukannya."

 

Riwayat produk hukum pelindungan HAKI di Indonesia bisa juga diambil sampai saat sebelum Indonesia merdeka. Pemerintahan Penjajahan Belanda misalkan, berlakukan Undang-Undang Merk di tahun 1885 dan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Saat kemerdekaan, tahun 1953, Menteri Kehakiman Republik Indonesia keluarkan ketentuan nasional pertama mengenai paten, yaitu Informasi Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4.

 

Namun sayang, walau Indonesia telah mempunyai rangka hukum pelindungan HAKI yang dituruti riwayat yang panjang, tetapi implikasi atas Undang-Undang itu masih begitu minim.

 

Berdasar index Pelindungan Hak Kekayaan Intelektual tahun 2020 dari Kamar Dagang Amerika Serikat (U.S. Chamber of Commerce) misalkan, dari 53 negara yang disurvey, Indonesia menempati rangking ke 46. Hal itu pasti adalah suatu hal yang paling memprihatinkan, dan seyogyanya harus dapat diperbarui di masa datang (U.S. Chamber of Commerce, 2020).

 

Bukan hanya secara global, Indonesia menempati rangking bawah dalam soal pelindungan HAKI untuk beberapa negara di teritori Asia. U.S. Chamber of Commerce menulis jika pelindungan hak cipta, ditengah-tengah ramainya pembajakan, adalah salah satunya persoalan besar di Indonesia berkaitan pelindungan HAKI.

 

Untuk seorang yang banyak habiskan waktu di Indonesia, terutamanya di beberapa kota besar seperti Jakarta, ini pasti adalah suatu hal yang dapat dengan benar-benar gampang kita jumpai. Jika kita ke bermacam pusat belanja misalkan, kita tidak dapat tutup mata dari jumlahnya beberapa toko yang jual bermacam produk bajakan, dimulai dari film, album musik, mode, software computer, dan video games. Bermacam produk itu dipasarkan pada harga yang paling jauh di bawah produk aslinya.

 

Seorang misalkan, bisa beli film atau album lagu pada harga di bawah Rp10.000, atau beli produk mode pada harga di bawah 10% dari harga aslinya. Ini pasti benar-benar bikin rugi mereka yang telah bekerja dan memutar otak untuk berkreasi dan bereksperimen.

 

Disamping itu, U.S. Chamber of Commerce menulis jika Indonesia tidak mempunyai riset yang struktural yang mempelajari berkenaan jalinan di antara pelindungan HAKI dengan perkembangan ekonomi. Ini pasti membuat stimulan pemerintahan untuk menegakkan ketentuan perundang-undangan yang membuat perlindungan HAKI jadi menyusut, atau bahkan juga tidak ada.

 

Ada banyak riset yang memperlihatkan jalinan di antara pelindungan HAKI dengan perkembangan ekonomi. Park dan Ginarte (1997) misalkan, mendapati ada jalinan yang kuat di antara ke-2 hal itu. Perlindunan HAKI bisa tingkatkan penumpukan factor produksi, seperti modal research and development. Ada pelindungan HAKI bisa menggerakkan mereka yang beroperasi di sektor riset untuk melakukan investasi semakin besar dan ambil risiko yang semakin tinggi, yang pasti menggerakkan perkembangan ekonomi.

(wd)