Serba serbi

Begini Cara Pemerintah Tentukan Status Level Situasi Pandemi Kabupaten/Kota

Kesehatan

8 Juli 2021 14:08 WIB

Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi

JAKARTA, solotrust.com – Dalam rangka mempercepat penanggulangan pandemi Covid-19, pemerintah terus menerapkan strategi adaptif dan dinamis agar dapat merespons dengan baik perubahan sehari-hari. Salah satu langkah dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penilaian atau asesmen level situasi wilayah agar dapat menentukan strategi tepat.

Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, menyebutkan untuk menentukan status level situasi pandemi kabupaten/kota yang menjadi lokasi Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat saat ini berdasarkan indikator tentang Penyesuaian Upaya-Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya-Upaya Sosial dalam penanggulangan pandemi yang diadaptasi dari rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).



“Pengetatan ini bertujuan untuk mengendalikan pandemi, khususnya mencegah kesakitan dan kematian, serta menjaga keberlangsungan sistem layanan kesehatan kita,” ujar Nadia, saat memaparkan perkembangan terbaru PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali serta PPKM Mikro di wilayah lain di Indonesia, Rabu (7/7).

Lebih lanjut pihaknya menjelaskan, situasi pandemi terbagi dalam lima tingkat mulai dari nol sampai empat, menggambarkan kecukupan kapasitas respons sistem kesehatan, seperti kapasitas testing, tracing, dan treatment relatif terhadap transmisi penularan virus di wilayah tersebut. Level situasi tingkat nol adalah situasi di mana wilayah itu memiliki kapasitas respons memadai dan tidak memiliki kasus sama sekali. Dalam hal ini, wilayah itu tidak perlu memperketat protokol kesehatan masyarakat atau membatasi aktivitas sosial mereka.

Sebaliknya, lanjut Nadia, level situasi tertinggi, yakni situasi empat adalah saat transmisi virus sangat tinggi, sedangkan kapasitas respons terbatas. Dalam situasi ini, protokol kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial harus diperketat agar jumlah kasus turun sampai ke level yang dapat ditangani fasilitas pelayanan kesehatan.

Dia menambahkan, penilaian untuk menentukan level situasi suatu wilayah ada dua hal yang dibandingkan, yakni level transmisi penularan dengan kapasitas respons sistem kesehatan di wilayah tersebut.

“Untuk pengukuran tingkat transmisi, kita membagi transmisi Covid-19 ke dalam tujuh tingkat dari ‘tidak ada transmisi’, ‘kasus impor atau sporadic’, ‘kasus terklaster’, dan “transmisi komunitas’ yang kita bagi lebih jauh ke dalam empat tingkat, transmisi komunitas tingkat satu sampai dengan tingkat empat,” papar Nadia.

Dalam penentuan tingkat transmisi komunitas ini, pihaknya menggunakan tiga indikator utama, yakni jumlah kasus, jumlah kasus rawat, dan jumlah kematian Covid-19 dihitung per 100 ribu penduduk per pekan. Pemerintah telah menetapkan nilai-nilai ambang untuk masing-masing indikator untuk dapat mengkategorikan indikator-indikator tersebut ke dalam tingkat transmisi tertentu.

Dia mencontohkan, kasus konfirmasi di bawah 20/100 ribu penduduk/minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tingkat 1. Sedangkan kematian di atas 5/100 ribu penduduk/minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tingkat 4. Kesimpulan tentang tingkat transmisi komunitas diambil berdasarkan indikator dengan tingkat transmisi tertinggi.

Lebih lanjut, Nadia mengatakan untuk kapasitas respons kesehatan, dikategorikan memadai, sedang, atau terbatas berdasarkan tiga indikator.

Indikator-indikator ini adalah positivity rate dari testing dengan mempertimbangkan rasio testing, rasio kontak erat yang dilacak untuk setiap kasus, dan keterisian tempat tidur perawatan. Pihaknya telah menetapkan nilai-nilai ambang untuk setiap indikator, dan kesimpulan tentang kapasitas respons di suatu wilayah diambil berdasarkan kapasitas respons terendah.

“Sebagai contoh, jika suatu wilayah memiliki positivity rate testing sepuluh persen dan dapat melacak sepuluh kontak erat untuk setiap kasus. Dengan kata lain memiliki kapasitas respons sedang di kedua indikator itu, tapi memiliki keterisian tempat tidur >80 persen, daerah tersebut dikategorikan memiliki kapasitas respons yang terbatas,” ujarnya.

Nadia menyebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah merekomendasikan agar daerah dengan positivity rate di atas 25 persen testing dilakukan 15 kali lipat dari standar WHO. Daerah dengan positivity rate 15-25 persen testing dilakukan sepuluh kali lipat dan untuk positivity rate lima sampai 15 persen testing dilakukan lima kali lipat.

Setelah mendapatkan hasil perhitungan tingkat transmisi dan kapasitas respons di suatu wilayah, bisa menentukan level situasi pandemi di wilayah tersebut. Kabupaten tadi, misalnya, dengan transmisi komunitas tingkat 4 dan kapasitas respons terbatas memiliki situasi pandemi level 4.

Menurut Nadia, asesmen level situasi pandemi ini dilakukan setiap satu pekan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Berdasarkan hasil asesmen terakhir, level situasi pandemi di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa dan Bali berada di level 3 atau 4.

“Artinya bahwa tingkat penularan di lingkungan masyarakat terjadi dengan sangat cepat dan mengakibatkan kapasitas respons sistem kesehatan yang ada dengan cepat terpakai, bahkan sampai terlampaui,” ujarnya. (elv)

(zend)

Berita Terkait

Berita Lainnya