JAKARTA, solotrust.com- Saat ini kasus kekerasan terhadap jurnalis saat melaksanakan tugas terus bermunculan. Kasus kekerasan yang mereka alami tidak hanya berupa kekerasan fisik saja melainkan sudah mengancam pada ranah digital.
Bentuk ancaman berupa penyebaran informasi pribadi secara publik atau doxing menjadi ancaman baru yang dialami jurnalis saat ini. Hal tersebut menjadi bukti bahwa semakin menurunnya demokrasi di Indonesia dengan tidak lagi menghargai kebebasan pers.
Hukum harus ditegakkan untuk menjamin kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
"Wartawan dalam membuat pemberitaan tidak hanya mementingkan 5W+1H saja, banyak wartawan yang lupa "I" atau impact setelahnya dari berita yang mereka buat, banyak yang tidak sadar bahwa dampak dari pemberitaan yang mereka buat bisa berujung pada kekerasan,” kata Anggota Dewan Pers M Agung Dharmawijaya dalam talkshow secara daring Media Lab, Kamis (12/8).
Didi Hayamasnyah selalu Kabag Kerma Bareskrim Polri mengatakan bahwa dengan membuat produk bersama antara Polri dengan Dewan Pers, membuat rilis bersama adalah sebagai bentuk kerjasama sebagai upaya perlindungan terhadap jurnalis selain sesuai kesepakatan MoU yang dibuat pada tahun 2017.
Adapun untuk kekerasan terhadap wartawan di ranah digital ada upaya lain yang dilakukan. Dengan melakukan optimalisasi Cyber Campaign. Melalui program Kanal Siber di Youtube.
“Adapun hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara,” tukasnya. (rizka)
(zend)