Ekonomi & Bisnis

Kadin: Indonesia Perlu Kementerian Khusus Digitalisasi

Ekonomi & Bisnis

4 April 2022 10:59 WIB

Digitalisasi Nusantara Expo & Summit (DNES) 2022 di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Selasa (29/03/2022)

SOLO, solotrust.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meyakini pemerintah memerlukan satu kementerian baru khusus menangani percepatan dan pemerataan digitalisasi di Tanah Air.

Dalam salah satu forum Digitalisasi Nusantara Expo dan Summit (DNES) 2022, Selasa (29/03/2022), Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Informatika Kadin Indonesia, Firlie H Ganinduto, menjelaskan perlunya kementerian khusus digitalisasi bertujuan agar proses transformasi digitalisasi di pelosok desa dapat berjalan lancar tanpa kendala.



"Perlu ada kementerian khusus yang menangani soal digitalisasi ini karena digitalisasi sudah menyasar ke berbagai sektor kehidupan. Harapannya agar transformasi digitalisasi di daerah-daerah bisa diakselerasi, perlu ada kementerian yang fokus mengurusi itu," ujar Firlie Ganinduto.

Menurutnya, merupakan suatu keniscayaan untuk mewujudkan pelayanan berbasis digital dan teknologi di pelosok daerah. Pandemi Covid-19 telah menuntut seluruh aktivitas pelayanan dilakukan secara online. Namun, kata Firlie Ganinduto, ada beberapa tantangan harus dihadapi dalam menerapkan pelayanan secara digital atau digitalisasi pelayanan.

Sementara itu, Dirjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Teguh Setiabudi, menjelaskan materi secara virtual soal dampak perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) yang semakin pesat menciptakan jaringan internet lebih luas.

"Ini membuat badai inovasi menggunakan teknologi informasi. Ditambah pertumbuhan jumlah penggunaan internet yang terus bertambah. Didukung juga oleh pemerintah dengan mendanai digitalisasi, baik di tingkat nasional, internasional, bahkan di daerah. Ini peluang," bebernya.

Namun, peluang besar di era digital itu menghadapi beberapa tantangan yang sulit dihapuskan. Salah satunya, anggapan smart city hanya sebagai proyek teknologi informasi (TI), bukan sebagai perubahan budaya kerja. Apalagi kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah tidak mudah memahami TI hingga infrastruktur belum memadai.

"Budaya 'kerja seperti biasa' itu zona nyaman bagi SDM selama ini karena kurangnya komitmen pemimpin atau kepala daerah," tandas Teguh Setiabudi.

Ketua Yayasan Internet Indonesia (GIIF), Jamalul Izza, menambahkan tantangan utama digitalisasi pelayanan adalah infrastruktur digital, terdiri atas semua perangkat fisik yang diperlukan untuk penggunaan data, perangkat komputerisasi, metode, sistem, dan proses, termasuk di dalamnya teknologi kabel serat optik, jaringan backbone internasional atau antarkota, data center, internet exchange, jaringan nirkabel, teknologi selular, dan lainnya.

"Belum lagi isu last mile dalam infrastruktur digital. Koneksi last mile yang buruk merusak ketersediaan broadband kecepatan tinggi. Mayoritas pengguna masih menggunakan infrastruktur last mile yang sudah ketinggalan zaman," papar Jamalul Izza.

Menurutnya, solusi permasalahan tersebut adalah penggunaan perangkat nirkabel dalam pembangunan infrastruktur dan inovasi perangkat nirkabel dalam pembangunan infrastruktur digital. Banyak daerah populasinya tidak mencapai kecukupan skala ekonomi untuk digelar jaringan telekomunikasi seluler.

"Sehingga daerah tersebut masuk ke wilayah area yang tidak tersentuh sinyal komunikasi atau blank spot. Untuk daerah-daerah yang termasuk kategori itu perlu solusi berupa koneksi tanpa terkendala geografis, akses internet broadband, ekosistem digital, dan user friendly technology," terang Jamalul Izza.

Dalam kesempatan itu, Kadin Indonesia meluncurkan Kadin Tech Hub, sebuah platform mempertemukan perusahaan yang memiliki masalah dengan pihak-pihak yang dapat melakukan pengembangan solusi atas permasalahan yang telah disampaikan.

Ketua Komite Tetap Program Prakarsa Baru Komunikasi dan Informatika Kadin Indonesia, Fajrin Rasyid, menerangkan problem owner adalah user dari instansi atau perusahaan yang memiliki masalah untuk disolusikan. Sementara problem solver adalah user yang memiliki kemampuan digital untuk menyelesaikan masalah perusahaan.

"Platform ini bentuk perpaduan digitasi dan digitalisasi membentuk ekonomi kolaborasi. Tujuannya memecahkan berbagai macam permasalahan menuju Sustainable Development Goals," jelas Fajrin Rasyid. (rum)

(and_)