Ekonomi & Bisnis

Cerita UMKM, Pembuat Karak Hingga Raih Pasar Mancanegara

Ekonomi & Bisnis

13 Juni 2022 10:52 WIB

Karak harus dijemur di bawah sinar matahari hingga kering sebelum dapat digoreng dan dinikmati. (Foto: Dok. Solotrust.com/astin)

SOLO, solotrust.com – Karak, camilan tradisional yang sering dijumpai ini, masih menjadi favorit masyarakat khususnya masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai teman makan sehari-hari.

Karak menjadi pendamping saat makan dengan nasi, sayur dan lauk pauk, karena cita rasanya yang gurih dan khas.



Salah satu pembuat karak yang masih eksis hingga saat ini, Ida Sofyani, yang memproduksi Karak Super Werkudoro di rumahnya di Ngadirejo RT 04 RW 01 Kartasura, Sukoharjo.

Ida dan suaminya memulai usaha pembuatan karak sejak 2007 lalu. Bedanya, karak yang ia produksi tidak menggunakan pengawet seperti cetitet atau bleng.

“Kebanyakan dari dulu itu bikin karak itu kan pake cethitet atau bleng, makanya untuk sekarang ini itu kan tidak baik untuk kesehatan. Kami berusaha ingin memproduksi atau membuat karak yang paling enggak sehat kalau kita makan, tidak memakai bahan pengawet,” ujarnya saat ditemui oleh Solotrust.com, Sabtu (11/6).

Ida pun memberikan inovasi pada produknya berupa varian rasa karak, mulai dari rasa bawang, terasi, bahkan daun kelor.

“Kita bikin banyak varian juga, ada seledri kelor, ada ikan atau udang. Kadang ada juga yang minta permintaan konsumen itu pedes, tapi kalau harga cabai baru tidak naik,” jelasnya.

Bahan perasa karak yang dipakai juga alami, misalnya untuk varian rasa ikan, Ida memblender daging ikan atau udang untuk dicampur ke dalam adonan gendar (bakal karak).

Dibantu 3 karyawannya, Ida mengaku dapat membuat 5kg adonan gendar dalam sehari. Namun jika permintaan pasar sedang naik, ia mampu memproduksi 10-20 kg adonan gendar.

Dikatakan wanita 48 tahun itu, sejumlah kendala produksi ditemuinya terutama saat melakukan proses pengeringan adonan gendar. Sebab adonan gendar yang sudah dipotong tipis harus dijemur di bawah sinar matahari sebelum digoreng. Sementara kini cuaca sedang tidak menentu.

Karak ini dijual dalam bentuk mentah dengan harga Rp 8.000 per 250gr.

“Harga kalau untuk yang original bawang, terasi, kelor itu sama, perpack Rp 8000. Tapi kalau untuk yang ikan sama udang perpack Rp 10.000, dan pedas itu nanti tergantung harga cabai. Kami juga sudah mendapat izin PIRT ini jadi sudah ada ijinnya,” terang Ida.

Meski sistem pemasaran dari mulut ke mulut (mouth to mouth), Ida mampu menjual karaknya hingga ke luar Pulau Jawa bahkan mancanegara.(astn/almi)

()