Hard News

Nonton Film Bareng dan Diskusi, Edukasi Kekerasan Perempuan dan Anak yang Meningkat

Sosial dan Politik

24 Agustus 2022 22:33 WIB

Acara Nonton Film Bareng dan Diskusi Komunitas Perempuan Kuthubaru itu Kita (KIK) bekerja sama dengan Yayasan Yekti Angudi Piadeging Hukum Indonesia (YAPHI) di Loji Gandrung, Solo. (Foto: Dok. solotrust.com/dks)

SOLO, solotrust.com - Komunitas Perempuan Kuthubaru itu Kita (KIK) bekerja sama dengan Yayasan Yekti Angudi Piadeging Hukum Indonesia (YAPHI) menggelar nonton film 7 Hati 7 Wanita 7 Cinta guna edukasi jenis kekerasan seksual. Kegiatan ini berlangsung di Lodji Gandrung, Solo, Rabu (24/08/2022).

Ketua KIK, Maria Dhani, mengatakan kegiatan nonton film tersebut adalah ajang edukasi jenis pelecehan seksual. Usai film, diadakan diskusi terkait kekerasan seksual.



“Harapannya dengan film dan diskusi, para peserta jadi lebih mengetahui apa saja macam kekerasan seksual. Mulai dari bentuk-bentuknya, baik secara ekonomi maupun verbal,” kata Maria Dhani.

Sementara itu, menyinggung pencegahan kekerasan juga perlu pemberdayaan sebagai aktualisasi pencegahan kekerasan.

“Memberdayakan perempuan, artinya kalau mereka bahagia itu aktualisasi diri sekaligus sebagai salah satu pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Juga bisa menambah ekonomi keluarga, tapi itu di luar kegiatan ini,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Pelaksana YAPHI, Haryati Panca Putri, mengatakan ada beberapa temuan jenis kasus kekerasan yang didapat karena perkembangan teknologi, terutama tingginya penggunaan dalam jaringan (Daring). Ia mengatakan, situasi pandemi sejak 2020 memicu peningkatan penggunaan gawai dalam segala lini.

"Keterbukaan informasi di gawai itu sangat luar biasa, anak-anak biasanya meniru dalam proses di gadget itu, jadi dampaknya luar biasa," katanya.

Peran orangtua menjadi penting dalam memberi bimbingan dalam situasi terkini. Oleh karena itu, Haryati Panca Putri mengatakan pola asuh orangtua juga mesti menyesuaikan

"Dari belajar melalui gawai, maka memang kita sebagai orangtua harus belajar pola asuh di media sosial, ini harus bijaksana sebagai orangtua. Tentunya orangtua yang tidak pernah mengajar anaknya juga merasa tertekan," katanya.

Selanjutnya, Haryati Panca Putri mengungkapkan, tingginya kasus itu belum termasuk dengan kasus-kasus yang selama ini mengendap.

"Ini belum dengan yang belum terlapor, jadi fenomenanya gunung es ya, dan masa pandemi meningkat dengan situasi keluarga yang tentu baru, ini tekanannya juga luar biasa. Ada kenaikan sekitar 20 persen," lanjutnya.

Berdasarkan data UPT PTPAS Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat, setidaknya ada peningkatan kasus sebanyak 25 sejak 2020-2021. Kebanyakan kasus kekerasan pada 2020 tercatat dari KDRT sejumlah 30, 16 di antaranya dialami perempuan dan 14 dialami anak.

Sementara menurut data per Januari-Desember 2021 mencatat ada peningkatan kasus menjadi 42 pada KDRT, di antaranya 23 kasus dialami anak dan 19 kasus dialami perempuan. (dks)

(and_)