Hard News

Heboh Petilasan Makam di Area SMP 38 Semarang, Kepsek: Masih Ditelusuri Sejarahnya

Sosial dan Politik

10 Oktober 2022 18:35 WIB

Wujud petilasan makam yang diduga milik Pangeran Pandanaran, Senin (10/10/2022). (Foto: Dok. solotrust.com/fajar)

SEMARANG, solotrust.com - Beberapa hari terakhir, warga Semarang dihebohkan adanya makam di area SMP Negeri 38. Makam itu tepatnya berada di belakang ruko di Jalan Agus Salim, Johar, Kota Semarang.

Kabar terakhir diterima solotrust.com, makam tersebut dimungkinkan petilasan seorang tokoh pendiri Kota Semarang, yakni Ki Ageng Pandanaran I.



Letak makam tepatnya di Jalan Bubakan No 29, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah.  tak jauh dari Masjid Pekojan maupun kawasan Pecinan.

Nisan tak bernama itu berbentuk persegi panjang dengan cat sedikit mengelupas di beberapa bagian. Beberapa helai bunga kering terlihat berada di tengahnya.

Kepala Sekolah SMP Negeri 38, Slamet, mengatakan awalnya dirinya tak tahu jika di dalam sekolah ada petilasan makam. Pihak sekolah sebelumnya diminta untuk merawat petilasan itu. 

"Kami menghargai orang-orang yang datang kemari untuk berdoa atau melakukan ritual. Jadi kami persilakan untuk masuk, biasanya mereka datang di malam hari," ungkapnya beberapa waktu lalu.

Biasanya di malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon, orang berdatangan menuju makam. Ketika datang, mereka tinggal mengetuk pagar agar dibukakan pintu oleh penjaga sekolah.

Slamet menambahkan, pihaknya dalam upaya mencari sejarah dari makam tua dan berharap memperoleh petunjuk asal muasalnya. Di lain sisi, ia membuka diri dengan kehadiran para ahli sejarah jika ingin menelusuri cerita petilasan itu.

"Kami akan mencoba mencari literasi sejarah Semarang di perpustakaan Kauman," tambahnya.

Petilasan makam Bubakan, demikan sebutannya, berada di lantai satu sisi Timur Laut gedung SMPN 38 Semarang yang saat ini dalam proses pembangunan. 

Warga sekitar meyakini, petilasan itu merupakan bekas makam pendiri Semarang, Ki Ageng Pandanaran I, sekaligus sebagai tempat cikal bakal pembangunan Kota Semarang.

Pembantu Pimpinan Bidang Sarana Prasarana SMPN 38, Ali Imron menambahkan, versi para sesepuh di Bubakan menyebutkan di sela kesibukannya menyiarkan agama Islam, Ki Ageng Pandanaran kerap menjadikan titik tersebut sebagai tempat istirahat. Adapun hingga akhir hayatnya kemudian dimakamkan di tempat itu.

"Para orang tua di sini (Bubakan) mendengar cerita itu turun-temurun dari buyut-buyutnya. Di tempat itu, Ki Ageng Pandanaran menancapkan tongkatnya saat beristirahat," terangnya.

Masyarakat sekitar juga memercayai tentang tongkat Ki Pandanaran yang menancap di daerah itu. Tongkat tersebut lantas menjadi tanda kelak geliat pembangunan Kota Semarang berawal dari Bubakan.

Tertulis dalam penggalan cerita di catatan Amen Budiman dalam buku Semarang Riwayatmu Dulu jilid pertama. Buku terbitan 1978 menyebut setelah Ki Ageng Pandan Arang atau Pandanaran meninggal, jenazahnya dimakamkan di kompleks kabupatennya di Bubakan.

"Kawasan itu di era penjajahan Belanda digunakan untuk pembangunan gedung pengadilan. Makam dan jenazah Ki Ageng Pandanaran kemudian dipindah ke Tinjomoyo alias Pakisaji, di kompleks bekas padepokannya ketika ia mulai pertama tiba di Pulau Tirang," pungkasnya. (fjr)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya