Hard News

Istri Wiji Thukul, Sipon Meninggal Dunia

Jateng & DIY

06 Januari 2023 16:46 WIB

Istri aktivis 1998 Wiji Thukul, Dyah Sujirah atau akrab dikenal sebagai Sipon meninggal dunia pada Kamis (05/01/2023). (Foto: Dok. solotrust.com/rizka)

SOLO, solotrust.com - Istri aktivis 1998 Wiji Thukul, Dyah Sujirah atau akrab dikenal sebagai Sipon meninggal dunia pada Kamis (05/01/2023). Ia mengembuskan napas terakhir pada pukul 13.01 WIB di Rumah Sakit Hermina Solo, usai menderita sakit komplikasi selama beberapa hari.

Jenazah istri eks aktivis yang menjadi korban penculikan 1998 lalu ini dimakamkan pada Jumat (06/01/2023) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Astono Purwoloyo, Pucangsawit, Jebres, Solo.



Kepergian Sipon di usia 55 tahun, meninggalkan duka mendalam, bukan hanya dari putra-putrinya, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. Sipon juga menyisakan jejak semangat perjuangan terhadap hak asasi manusia (HAM), seperti yang dahulu digelorakan Wiji Thukul.

Pantauan di rumah duka berlokasi di Kampung Kalangan RT 01 RW 14, Jagalan, Solo, seratusan pelayat datang dan mengantar kepergian mendiang hingga liang lahat. Keluarga yang ada di rumah duka terlihat terpukul dengan kepergian sosok perempuan yang telah berjuang selama seperempat abad itu.

Meski tak ada tokoh yang hadir melayat, namun sejumlah karangan bunga dari para tokoh kenamaan di Indonesia terlihat ada. Salah satu karangan bunga bertuliskan "Turut Berduka Cita atas Wafatnya Ibu Dyah Sujirah, Presiden Joko Widodo & Klg". Selain itu, berjajar karangan bunga dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka hingga mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Perjuangan Sipon Menegakkan HAM Hingga Akhir Hayat

Kepergian sosok Sipon, istri Wiji Thukul menjadi kehilangan bagi banyak pihak. Sebab sepeninggal Wiji Thukul, Sipon juga terus berjuang dan tak menyerah hingga akhir hayatnya.


Hal ini disampaikan adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo saat dijumpai di rumah duka. Ia melihat Sipon sebagai perempuan teguh.

"Hampir seperempat abad ia menanti keadilan pulangnya Thukul, kepastian adanya Thukul, dan saya kira sampai akhir hayatnya enggak menyerah," ungkap Wahyu Susilo, Jumat (06/01/2023).

Menurutnya, Sipon bukan sekadar istri aktivis yang hilang pada peristiwa 1998, namun Sipon-lah aktivis.

"Kalau di puisi-puisi Thukul ada judul 'Ketika Jenderal Marah-Marah'. Itu Thukul mengakui bahwa analisisnya Mbak Pon mengenai situasi terkini saat itu sehingga Thukul harus melarikan diri. Ini memperlihatkan Mbak Pon bukan hanya istri aktivis, tetapi dia itu aktivis sendiri," urai Wahyu Susilo.

Selama ini hingga akhir hayatnya, Sipon memang aktif menjadi insiator dari para keluarga korban yang mencari kepastian orang hilang. Dirinya juga aktif dalam Ikatan Orang Hilang Indonesia (IKOHI). Bahkan, Sipon-lah yang berjasa memperjuangkan agar Komisi Nasional (Komnas) HAM menerbitkan sertifikat korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM), terutama bagi orang-orang hilang.

"Mbak Pon memperjuangkan adanya sertifikat atau surat keterangan korban pelanggaran HAM. Akhirnya Komnas HAM itu menjadi preseden (baik) untuk korban-korban yang lain. Ini membuktikan bahwa Mbak Pon sendiri adalah pejuang HAM," jelasnya.


Sepeninggal Sipon, Wahyu Susilo berharap semangat sang aktivitas tetap hidup, termasuk para keluarga korban yang hilang pada peristiwa 1998, keadilan tetap dicari.

"Meskipun Mbak Pon sudah tidak ada, semangat untuk mencari keadilan, mencari kepastian Wiji Thukul dan korban-korban hilang lainnya tetap kita lanjutkan," tegas dia.

Menurut Wahyu Susilo, selama ini anak-anak Wiji Thukul dan Sipon juga telah mewarisi semangat kedua orangtuanya.

”Saya kira Wani dan Fajar juga akan terus menyanyi. Mereka akan terus berpuisi melanjutkan apa yang selama ini disuarakan Mbak Pon,” katanya.

Salah satu jalan akan ditempuh, yakni melalui tim nonyudisial pemerintah yang diharapkan bisa menyelesaikan persoalan hak asasi manusia (HAM). Menurut Wahyu Susilo, hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mengedepankan persoalan HAM.

"Saya kira ini jadi pelajaran juga bagi mereka (pemerintah) untuk mengedepankannya sebab ini urgent (mendesak-red). Banyak korban yang menanti keadilan sampai tidak bisa menikmati apa yang seharusnya dia dapatkan dari proses penegakan HAM itu sendiri," ucapnya. (riz)

(and_)