Solotrust.com - Setiap masyarakat Indonesia berhak memperoleh pendidikan layak tanpa terkecuali. Negara menjamin agar warga negara mendapatkan pendidikan sebagai alat pembentukan karakter dan kepribadian maupun penunjang pengembangan pengetahuan suatu individu.
Menurut Right to Education Initiative, pendidikan bukanlah suatu keistimewaan, melainkan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Artinya, setiap orang berhak secara hukum atas pendidikan yang bebas dari segala bentuk diskriminasi. Oleh karena itu, pendidikan bukanlah kemewahan diperuntukkan bagi orang kaya.
Di Indonesia sendiri, pendidikan tinggi diselenggarakan di berbagai lembaga pendidikan tinggi, salah satunya perguruan tinggi swasta (PTS). Sebagai elemen dalam sistem pendidikan di Indonesia, PTS merupakan salah satu fasilitas penunjang berjalannya pendidikan tinggi di indonesia.
Menurut databoks, perguruan tinggi swasta mendominasi di Indonesia dengan jumlah 3.129 unit atau 68 persen dari total perguruan tinggi pada 2019. PTS dianggap sebagai alternatif lembaga pendidikan selain perguruan tinggi negeri (PTN) untuk masyarakat yang ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Selain itu, persaingan PTS lebih mudah jika dibandingkan PTN yang relatif lebih ketat. Hal ini menjadi salah satu faktor perguruan tinggi swasta masih eksis di kalangan masyarakat,
Menurut riset dilakukan kompasiana analisis tersebut, laju kenaikan biaya kuliah per tahun – sekira 1,3 persen untuk kampus negeri (PTN) dan 6,96 persen untuk kampus swasta (PTS).
Jika dilihat dari data tersebut, kenaikan biaya kuliah signifikan dapat menimbulkan risiko bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Kenaikan biaya pendidikan sangat signifikan jelas akan membuat mahasiswa PTS paling merasakan dampaknya.
Di lain sisi, muncul istilah komersialisasi pendidikan. Menurut Giroux, komersialisasi pendidikan telah mengubah lembaga pendidikan sebelumnya efisien secara ekonomi menjadi bisnis melayani masyarakat kaya dan menyediakan pekerja.
Beberapa lembaga pendidikan kini mengikuti paradigma pendidikan ekonomi sebagai akibat dari komersialisasi pendidikan. Banyak lembaga pendidikan akhirnya kehilangan sasaran dengan meremehkan peran dimainkan pembelajaran dalam membuat orang lebih manusiawi. Mahalnya biaya pendidikan mempersulit masyarakat kelas sosial ekonomi bawah untuk mengaksesnya yang secara tidak langsung memperlebar jurang pendidikan.
Di satu sisi, dana infus tahunan sebagian besar berasal dari biaya kuliah mahasiswa diperlukan untuk membiayai operasional kampus. Menurut Elisabeth Rukmini dilansir dari Theconversation, dua komponen pengeluaran terbesar kampus adalah sumber daya manusia (gaji dosen) serta sarana dan praasana (alat praktikum hingga langganan jurnal), dapat menghabiskan sekira 85 persen dari anggaran.
Akibatnya, diperlukan aturan manajemen untuk mengatur keuangan lembaga pendidikan agar perguruan tinggi lebih mudah memperoleh dana cukup untuk membiayai operasional kampusnya dengan tidak melakukan transaksi jual beli berlebihan dengan mahasiswa.
Upaya peningkatan kualitas perguruan tinggi swasta juga harus dilakukan sebagai langkah awal untuk menutup kesenjangan antarperguruan tinggi di Indonesia. Sebagai visi pendidikan tinggi untuk keadilan pendidikan, hal itu harus dipraktikkan dengan tetap menjunjung tinggi profit-making attitude. (Krisna/Dimas)
(and_)