Hard News

Goes to Campus 2023, Wamenkumham: Hukum Pidana Indonesia telah Modern

Hukum dan Kriminal

13 Mei 2023 12:03 WIB

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiareij saat memberikan keynote speech kegiatan Kumham Goes To Campus 2023 di Universitas Kristen Satya Wacana, Jumat (12/05/2023). (Foto: Dok. Istimewa)

SALATIGA, solotrust.com - Lahirnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan pada Desember 2022 dan diundangkan 2 Januari 2023, mengubah wajah sistem hukum pidana di Indonesia. Sistem peradilan Indonesia akan mengadopsi paradigma hukum pidana modern bersifat universal.

Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiareij saat memberikan keynote speech kegiatan Kumham Goes To Campus 2023 di Universitas Kristen Satya Wacana, Jumat (12/05/2023).



"Tadinya hukum pidana itu berorientasi pada keadilan retributif. Menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam atau Lex Talionis. Ini telah mengubah paradigma hukum pidana menjadi paradigma hukum pidana modern yang berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif," jelas wamenkumham dalam siaran pers diterima solotrust.com.

Prof Eddy biasa dia disapa, kemudian memaparkan bagaimana konteks tersebut bekerja.

"Keadilan korektif ini adalah punyanya pelaku kejahatan. Artinya ada sanksi yang tegas, kalau dia melanggar sanksi itu akan dijatuhi pidana," urainya.

Di lain sisi, kata Prof Eddy lebih lanjut, ada pula keadilan restoratif. Jika keadilan kolektif punya pelaku, keadilan restoratif adalah milik korban. Artinya di dalam konsep keadilan restoratif bukan pembalasan, namun pemulihan.

"Jadi kalau keadilan korektif itu punyanya pelaku, keadilan restoratif itu punyanya korban, maka keadilan rehabilitatif itu punya pelaku dan punya korban," terang Prof Eddy.

"Artinya dia tidak hanya dikoreksi, tidak hanya dihukum, tetapi dia juga direhabilitasi. Demikian juga bagi korban, dia tidak hanya dipulihkan, tetapi juga direhabilitasi," imbuhnya.

Menurut wamenkumham, hukum adil dan baik tidak hanya memberikan kepastian, namun juga harus memerhatikan aspek kemanfaatan dan keadilan, salah satunya melalui misi reintegrasi sosial.

Prof Eddy menegaskan, KHUP baru mengakomodasi upaya-upaya restorative justice.

"Sedapat mungkin pidana penjara ini tidak dijatuhkan," ujarnya mencontohkan.

"Tidak ada lagi sanksi pidana berupa kurungan karena misi dari KUHP pidana ini untuk mencegah dijatuhkan pidana penjara dalam waktu singkat," tambah wamenkumham.

Hal lainnya, pria yang memperoleh gelar profesor pada usia 37 tahun itu mengungkapkan dalam KHUP baru keadilan hukum lebih diutamakan.

"Apabila dalam mengadili perkara ada pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka hakim wajib mengutamakan keadilan," katanya memberikan gambaran

Di bagian akhir, wamenkumham mengungkapkan, sosialisasi KHUP baru sangat mendesak dilakukan guna memberikan pandangan dan penyamaan persepsi para aparat penegak hukum dan masyarakat.

Selain Prof Eddy, narasumber lainnya adalah Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Dhahana Putra, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Profesor Pujiyono, dan praktisi hukum pidana Universitas Trisakti.

Hadir pada kesempatan itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah A Yuspahruddin bersama para kepala divisi dan kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) se-eks Karesidenan Semarang dan Surakarta.

Peserta sosialisasi merupakan civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana dan aparat penegak hukum.

(and_)