Solotrust.com- Sistem pembayaran digital Nasional Indonesia, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kembali disorot oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Hal ini tercantum dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers (NTE) 2024 dirilis Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative atau USTR), mencatat QRIS dianggap membatasi akses perusahaan asing karena tidak dilibatkan dalam proses kebijakannya.
QRIS adalah sistem pembayaran berbasis QR nasional kali pertama diluncurkan Bank Indonesia pada 2019. Sistem ini mengintegrasikan berbagai kode QR dari penyedia jasa sistem pembayaran yang digabung menjadi satu sistem terintegrasi melalui berbagai aplikasi bank maupun e-wallet.
Bank Indonesia mencatat adanya peningkatan signifikan dalam penggunaan QRIS hingga 2024. Jutaan merchant di Indonesia kini telah mengadopsi sistem ini, termasuk pelaku usaha kecil dan mikro.
QRIS digunakan lebih dari 26 juta merchant hingga telah berekspansi ke negara Asia, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, hingga Uni Emirat Arab. Tujuannya adalah memberikan kemudahan bagi konsumen dalam melakukan transaksi, baik di sektor formal maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kehadiran QRIS dinilai turut mempercepat transformasi digital dan pemulihan ekonomi nasional pascapandemic Covid-19.
Pengakuan dari pemerintah AS dalam laporan NTE mengatakan kebijakan QRIS kurang adanya keterlibatan dari pihak internasional. Mereka khawatir tidak diberitahu kebijakan QR Code hingga bagaimana sistem yang seharusnya diintergrasikan dengan sistem pembayaran global yang sudah ada. Kebijakan ini dianggap akan semakin mempersempit penggunaan layanan pembayaran internasional, khususnya pembayaran dari perusahaan asal AS.
“Perusahaan pembayaran asal AS khawatir, kebijakan baru ini akan membatasi penggunaan layangan pembayaran elektronik dari Amerika di Indonesia,” kata USTR, dikutip dari sebuah sumber.
Dengan begitu, guna menghadirkan sistem pembayaran lebih terintegrasi dan kompetitif secara global, AS meminta pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia untuk terbuka terhadap masukan dari pelaku industri internasional. (Firasti Vidyasari)
*) Sumber
(and_)