Viral

Heboh Soal Grup Fantasi Sedarah di Facebook, Kemenag: Dilarang Mutlak!

Viral

20 Mei 2025 09:58 WIB

Ilustrasi (Foto: Pixabay/sweetlouise)

JAKARTA, solotrust.com - Grup Facebook bernama Fantasi Sedarah memicu kehebohan di dunia maya setelah isi percakapannya tersebar luas di platform X dan Instagram. Netizen membagikan tangkapan layar menampilkan sejumlah unggahan bertema inses atau hubungan sedarah.

Grup itu memiliki ribuan anggota. Berbagai pihak mendesak aparat berwenang untuk segera mengungkap dan menindak pelaku yang berada di balik grup tersebut.



Terkait itu, Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan kembali larangan mutlak terhadap hubungan seksual maupun pernikahan dengan mahram dalam ajaran Islam. Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, mengatakan relasi antara mahram merupakan batas sakral tak boleh dilanggar, baik dalam praktik nyata maupun dalam bentuk glorifikasi atau normalisasi di dunia digital.

“Larangan ini bersifat prinsipil karena menyangkut perlindungan terhadap harkat keluarga dan kelestarian fitrah manusia,” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Senin (19/05/2025), dilansir dari laman resmi Kementerian Agama RI, kemenag.go.id.

Arsad Hidayat menegaskan, Islam secara tegas mengharamkan hubungan seksual maupun pernikahan dengan mahram. Larangan ini bukan hanya bersifat teologis, melainkan juga etis dan sosial.

“Menjadikan relasi mahram sebagai objek fantasi atau hiburan jelas menyimpang dari nilai-nilai syariat dan bertentangan dengan maqashid al-syari’ah, khususnya dalam menjaga keturunan (hifzh al-nasl),” tegasnya.

Tiga Kategori Hubungan Mahram

Arsad Hidayat menjelaskan, terdapat tiga jenis hubungan menjadikan seseorang haram dinikahi, yakni karena nasab (hubungan darah), semenda (hubungan karena pernikahan), dan radha’ah (hubungan karena persusuan). Ketiganya dijelaskan dalam Alquran dan diperkuat oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 39.

“Misalnya, ibu, anak perempuan, saudari kandung, bibi, dan keponakan adalah mahram karena nasab. Demikian pula mertua dan anak tiri karena semenda, serta saudari sesusuan karena radha’ah. Semua itu adalah batas yang ditetapkan untuk menjaga kehormatan dan struktur keluarga,” jelasnya.

Kemenag menilai konten digital yang menormalisasi atau meromantisasi hubungan mahram, walaupun hanya berupa tulisan atau fantasi, berbahaya karena dapat memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap batasan moral dan hukum.

“Fenomena semacam ini tidak boleh dianggap remeh. Ketika masyarakat dibiarkan terpapar tanpa edukasi benar, maka batas antara yang halal dan haram akan kabur,” ungkap Arsad Hidayat.

Dampak Sosial dan Medis

Arsad Hidayat juga menegaskan, larangan ini bukan sekadar persoalan fikih, melainkan bentuk perlindungan terhadap potensi penyimpangan sosial dan psikologis.

“Secara medis, relasi seksual antarmahram berisiko menyebabkan kelainan genetik. Secara sosial, hal itu menimbulkan trauma, konflik keluarga, bahkan stigma turun-temurun,” ujarnya.

Arsad Hidayat mengingatkan, jika hubungan seksual antarmahram terjadi dalam kenyataan, terlebih jika melibatkan unsur paksaan atau anak di bawah umur, pelaku dapat dikenai sanksi pidana. Negara tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran ini, meskipun dibungkus atas nama cinta, adat, atau kebebasan berekspresi.

“Apa pun bentuknya, entah itu pernikahan, hubungan seksual, maupun eksplorasi fantasi terhadap mahram, semuanya bertentangan dengan prinsip moral, agama, dan hukum. Kita tidak bisa membiarkan ini berkembang tanpa arah,” tegas dia.

Peran Edukasi Keagamaan

Sebagai langkah preventif, Kemenag mendorong peningkatan edukasi keagamaan secara komprehensif di lingkungan keluarga, sekolah, hingga ruang digital. Arsad Hidayat menekankan pentingnya pemahaman mendalam mengenai siapa saja termasuk mahram agar masyarakat dapat menjaga nilai dan kehormatan keluarga.

“Islam bukan hanya mengatur halal dan haram, tapi juga mengarahkan umatnya agar hidup sesuai fitrah, menjaga martabat, dan membangun peradaban yang sehat. Keluarga adalah titik awalnya,” tutur dia.

Di tengah gempuran konten digital mengaburkan batas moral, Kemenag mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dan kritis dalam menyaring informasi.

“Pemahaman utuh tentang relasi mahram bukan hanya menjaga kesucian keluarga, tapi juga fondasi bagi generasi masa depan yang kuat dan beradab,” pungkas Arsad Hidayat.

(and_)