SOLO, solotrust.com – Pemerintah secara resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan nikel yang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, Selasa (10/06/2025). Keputusan ini diambil menyusul protes keras dari aktivis dan kampanye viral menyoroti kerusakan lingkungan parah akibat aktivitas pertambangan di salah satu surga keanekaragaman hayati dunia itu.
Pihak-pihak utama terlibat dalam isu ini meliputi Paulina, seorang aktivis lokal Papua Matias Mambraku, pemandu wisata setempat Greenpeace Indonesia diwakili Iqbal Damanik, pejabat pemerintah seperti Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Perusahaan izinnya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Kawei Sejahtera Mining. Sementara itu, PT Gag Nikel, sebuah perusahaan milik negara, masih diizinkan beroperasi dengan pengawasan ketat.
Pemerintah memutuskan mencabut izin keempat perusahaan tambang karena ditemukan pelanggaran lingkungan dan masalah teknis, termasuk operasi di dalam area geopark. Kerusakan lingkungan telah terjadi mencakup deforestasi lebih dari 500 hektare, pencemaran lingkungan, dan kerusakan terumbu karang, serta konflik sosial dengan masyarakat adat.
Aktivitas pertambangan dan dampak lingkungannya terkonsentrasi di Raja Ampat, khususnya di Pulau Manuran, Pulau Gag, Pulau Kawe, Kepulauan Manyaifun, dan Batang Pele. Protes ‘Save Raja Ampat’ sendiri sempat digelar di Jakarta.
Pencabutan izin pertambangan diumumkan pada 10 Juni 2025, menyusul serangkaian kampanye dan protes. Kerusakan hutan telah didokumentasikan antara 2006 hingga 2008, dan laporan mengenai kerusakan lingkungan terus muncul hingga 2024 dan 2025. Pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup terkait PT Gag Nikel dibuat pada 8 Juni 2025.
Pencabutan izin dilakukan untuk melindungi keunikan biodiversitas Raja Ampat dan statusnya sebagai UNESCO Global Geopark. Aktivitas penambangan telah menyebabkan kerusakan ekologis signifikan, termasuk pencemaran dan operasi di luar area yang diizinkan. Keputusan ini juga dilatarbelakangi kekhawatiran lebih luas mengenai dampak pertambangan di pulau-pulau kecil di Indonesia.
Para aktivis, termasuk Paulina, melancarkan protes pada konferensi nikel internasional di Jakarta dan meningkatkan kesadaran melalui media sosial. Greenpeace melakukan investigasi dan analisis satelit untuk mendokumentasikan kerusakan lingkungan.
Pemerintah kemudian menindaklanjuti dengan mencabut izin empat perusahaan dan mempertimbangkan tindakan hukum lebih lanjut terhadap perusahaan yang bertanggung jawab. Kementerian Lingkungan Hidup juga memerintahkan PT Gag Nikel untuk melakukan pemulihan kerusakan ekologis dan akan mengevaluasi kembali izin lingkungannya. (Annabatista Bria)
*) Sumber
(and_)