Solotrust.com - Industri musik populer di Jepang berkembang pesat pada tahun 90an. Pengaruh budaya populer itupun dirasakan di seluruh asia, termasuk Korea Selatan.
Lee Soo Man, pendiri dari SM Entertainment adalah salah satu musisi Asia yang terinspirasi oleh pelatihan bakat sistematis yang saat itu diaplikasikan di Jepang dan ia ingin mentransplantasikannya ke dalam industri musik Korea Selatan.
Saat itu, Korea Selatan belum memiliki sistem dalam industri hiburan lokal, termasuk dalam hal pencarian dan pelatihan bakat. Lee Soo Man pun kemudian meniru agen pencarian bakat Jepang terkenal Johnny & Associates yang didirikan pada 1962. Lee Soo Man akhirnya mendirikan SM Entertainment pada tahun 1992.
Di SM Entertainment, para calon penyanyi yang sudah bergabung harus menjalani masa palatihan vokal dan tari secara sistematis sebelum akhirnya debut. Melalui latihan selama bertahun-tahun, mereka yang bercita-cita menjadi penyanyi seakan terlahir kembali sebagai seorang artis profesional yang penuh kharisma di atas panggung.
H.O.T merupakan grup K-POP pertama yang dikeluarkan SM Entertainment yakni pada tahun 1996. Musik populer yang mereka bawa saat itu mendapat sambutan hangat dan bahkan menyalip lagu-lagu rock maupun lagu rakyat kala itu.
Karena industri musik Korea melihat potensi kenaikan di pasar domestik dan internasional yang kuat, maka proses untuk menghasilkan lebih banyak penyanyi idola pun menjadi semakin kuat. SM Entertainment pun akhirnya memproduksi grup-grup lain seperti S.E.S, BoA, TVXQ, Super Junior, Girls’ Generation dan SHINee.
Tak hanya SM Entertainment, sejumlah agensi besar pun kemudian lahir di Korea Selatan seperti JYP Entertainment dan YG Entertainment. SM, JYP dan YG kemudian dikenal sebagai Big 3 yang telah menghasilkan banyak artis kelas dunia dan terus beregenerasi hingga sekarang. EXO, Red Velvet, GOT7, TWICE, WINNER, iKON dan BLACKPINK adalah beberapa nama yang lahir dari Big 3 dan begitu dikenal di industri musik K-POP saat ini.
Tak hanya Big 3, agensi hiburan sejenis pun begitu tumbuh di Korea Selatan. Mereka juga menerapkan sistem pelatihan bagi calon penyanyi untuk kemudian bisa debut di industri musik yang begitu kompetitif ini. Selain artis-artis dari Big 3, ada banyak grup yang tak kalah sukses seperti BTS dari Big Hit Entertainment dan G-Friend dari Source Music.
Kendati sama-sama idol, namun idol Jepang dan Korea Selatan tidaklah sama. Misalnya dari sisi dance. Hal itu terlihat dalam episode awal acara PRODUCE 48, sebuah ajang survival yang menggabungkan konsep PRODUCE 101 dengan AKB48. Selain peserta asal Korsel, peserta Jepang seperti dari AKB48 dan NNB48 pun ikut terlibat.
Ketika acara tersebut mulai tayang, banyak penonton yang terkejut melihat bagaimana perbedaan kemampuan antara idol-idol Jepang dan Korea Selatan. Penampilan para idol Jepang terlihat amatir, berbeda dengan para penampil Korsel yang terlihat lebih terampil.
Menanggapi hal tersebut, para ahli mengatakan bahwa jurang pemisah antara peserta Korea Selatan dan Jepang disinyalir berasal dari iklim budaya yang berbeda di kedua negara.
“Di Jepang, idol ada di tempat yang berbeda dengan artis, dan skill hanya diharapkan dari seorang artis. Para fans Jepang menyukai idol dari sisi keimutan dan keelokannya. Namun di Korea Selatan, penonton tidak memberi ampun kepada grup-grup idol dan mereka ditantang untuk berkompetisi dengan idol global, yang menyebabkan para agensi bakat membuat pelatihan yang keras sehingga bisa mencapai standar yang tinggi,” demikian kata Ha Jae Keun, seorang kritikus musik seperti dilansir dari The Korea Times awal Juli lalu.
Berbeda dengan para idol Jepang yang tugas utamanya adalah untuk menyenangkan para penggemar dan meningkatkan keahlian mereka setelah debut dengan berinteraksi dengan para penggemar, idol Korea Selatan hanya punya kesempatan yang kecil untuk bisa debut setelah bertahun-tahun berlatih vokal dan dance.
Bahkan, saat ini para anggota grup K-POP juga sudah menapaki standar yang lebih tinggi dengan bisa menciptakan dan memproduksi lagu mereka sendiri untuk menjawab kritikan terhadap mereka selama ini.
Hal ini kemudian menjadi menarik karena grup AKB48 ternyata menerapkan dance bernuansa K-POP dalam singlenya ‘Teacher, Teacher’ yang rilis Mei tahun ini. Para penontonpun bereaksi yang menyatakan gerakan yang dihadirkan bernuansa K-POP.
Ya, koreografi AKB48 menjadi bernuansa K-POP karena memang diciptakan oleh koreografer K-POP yakni Park Jun Hee. Ia adalah koreografer untuk sejumlah dance dari girlgroup G-Friend.
Beberapa ahli tari dari Korsel yang telah menciptakan koreografi untuk grup-grup K-POP ternama memang telah dipanggil oleh agensi-agensi Jepang untuk mengajari mereka.
“Banyak agensi bakat Jepang menginginkan koreografi K-POP karena mereka mengagumi musik K-POP,” kata Hwang Sun Up yang merupakan kritikus musik dengan spesialisai J-POP sebagaimana dilansir dari The Korea Times beberapa waktu lalu.
Contoh lain misalnya Son Sung Deuk. Koreografer Big Hit Entertainment yang telah menciptakan sejumlah koreografi hits untuk BTS seperti ‘Blood, Sweat & Tears’ dan ‘DNA’ ini juga terlihat ada dalam video latihan grup Jepang Hey!Say!JUMP dari Johnny & Associates untuk membantu dance mereka.
“Mereka saat ini menyadari bahwa tren saat ini berputar di sekitar K-POP dan berpikir bahwa kereografi yang relatif sederhana dan mudah dilakukan oleh para artis J-POP tidak bisa lagi memenuhi tuntutan penonton untuk standar yang tinggi,” lanjut Hwang.
Dance dari ala grup K-POP memang berbeda dengan yang ada di Jepang. Dance ala K-POP menekankan hal seperti point dance yang mengacu pada gerakan tarian tertentu yang berulang-ulang. Dance K-POP juga terkenal lebih rumit dan powerful. Tak hanya terlihat sebagai idol, para bintang K-POP pun menjadi terlihat seperti layaknya penari profesional.
“Sulit untuk menyangkal bahwa K-POP telah meningkatkan daya saingnya dengan meniru musik asing. Tapi perusahaan Korea juga telah menyempurnakan sistem pelatihannya menjadi lebih halus dan elok, yang akhirnya diekspor pula ke Jepang,” tambahnya.
Ya, banyak sekali grup-grup K-Pop yang telah melakukan debutnya di Jepang. Mereka banyak yang mengubah lirik-lirik lagu mereka ke dalam Bahasa Jepang atau bahkan dengan lagu baru dengan Bahasa Jepang.
Karir musisi Korsel di Jepang pun tak bisa dianggap remeh. Contohnya album Jepang BTS pertama yakni ‘Face Yourself’ yang berhasil terjual lebih dari 280 ribu unit di minggu pertama rilis sehingga memuncaki chart mingguan Oricon. Oricon adalah chart musik terbesar di Jepang.
Dunia hiburan memang akan terus berkembang. Satu sistem belum tentu bisa diterapkan selama-selamanya karena permintaan pasar pun semakin berkembang. Standar yang dulu dipakai juga belum tentu cocok untuk dipakai sekarang karena bisa jadi para penggemar menginginkan hal-hal baru dengan standar yang lebih tinggi.
Tak cukup hanya pandai menyanyi dan menari, kini industri hiburan di Korea Selatan bahkan telah berada di level dimana para penyanyi bisa menciptakan lagu mereka sendiri yang membuat industri ini menjadi makin kompetitif.
Perubahan ini kini sudah terlihat dari bagaimana Jepang mulai terbuka untuk mengadopsi model dari Korea Selatan, kendati tidak bisa dipungkiri bahwa awalnya Korea Selatan lah mengadopsi sistem idol dari Jepang yang kemudian mereka kembangkan sendiri. Tidak menutup kemungkinan juga apabila nanti suatu saat Korea Selatan kembali mengadopsi sesuatu dari Jepang dan begitupun sebaliknya. (Lin)
()