Hard News

Menhub: Tidak Ada Istilah Anak Emas

Hard News

4 November 2018 07:07 WIB

Ilustrasi.

JAKARTA - Pemerintah memastikan takkan bersikap lunak terhadap siapa pun pihak yang kedapatan lalai dalam kecelakan pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui indikasi kesalahan saat ini berfokus pada maskapai.

“Tidak ada istilah anak emas,” kata Budi di kantornya, Jumat 2 November 2018.



Menurut Budi dari hasil telaah selama ini, besar kemungkinan kecelakaan terjadi karena faktor kesalahan manusia. Manusia, yang dimaksud ialah tim teknisi maskapai. Menurutnya, pencopotan sementara Direktur Teknik Muhammad Asif beserta tiga teknisi langsung yang menangani pesawat tersebut.

“Sanksi banyak yang sudah kami berikan dari bersifat personal hingga ke direksi,” katanya. Merumahkan sejumlah orang yang terindikasi lalai tersebut merupakan langkah antisipasi untuk membantu audit kecelakaan tersebut. Bukan tidak mungkin sanksi bisa melebar ke koorporasi.

“Intinya sanksi minimal orang-orang tersebut harus mengundurkan diri,” kata Budi. Untuk indikasi pidana, Kementerian Perhubungan enggan mendahului dan lebih menanti hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terlebih dahulu.

Hasil investigasi audit khusus kasus ini yang juga sekalian meneliti ulang kelayakan pesawat jenis Boeing 747 Max-8 final rencananya akan keluar 3-6 bulan ke depan.

“Tapi tak hanya maskapai saja, kalau ada tim audit kami yang juga kedapatan lalai juga bisa dipidana seperti kasus kecelakaan Air Asia empat tahun lalu,” kata Budi.

Dalam kasus kecelakaan pesawat Air Asia akhir 2014 lalu, kementerian memecat 11 pejabatnya karena terbukti lalai penerbangan Surabaya- Singapura yang membawa penumpang 168 orang. Maskapai Lion Air, KNKT, dan Kementerian Perhubungan terus melakukan komunikasi insentif. Bahkan pihak pabrikan pesawat, Boeing, juga mendatangkan langsung dua tenaga ahlinya.

Direktur Kelaikan Udaraan dan Pengoperasian Pesawat Kementerian Perhubungan Avrianto mengatakan, ada dua orang tenaga ahli yang didatangkan langsung oleh Boeing. Seluruh pihak yang terkait bakal merumuskan rangkaian rencana investigasi. Spesial audit diperlukan karena ada anomali dari pesawat nahas tersebut yang ternyata baru beroperasi selama dua bulan. “Ini jadi kasus yang perlu mendapat penanganan khusus,” ujarnya.

Padahal, sebelumnya, kementerian juga sudah melakukan uji coba terhadap 11 pesawat jenis ini beberapa waktu lalu. Hasilnya, 10 pesawat yang dimiliki Lion Air dan 1 pesawat milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk layak jalan. “Tak hanya pesawat jenis ini, 40 persen pesawat yang ada juga akan dicek secara acak,” ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara

Presiden Direktur Lion Air Edward Sirait mengatakan perusahaan siap bekerja sama dengan semua pihak agar kasus ini selesai dengan baik. Dia pun tak menampik jika pesawat ternyata sudah berulang kali mengalami kerusakan sebelum akhirnya benar-benar jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

“Sudah kami perbaiki juga secara internal, untuk keputusannya kami tunggu pemerintah saja,” kata Edward.

(wd)