Hard News

Mahasiswa Diajak Menjadi Pelopor Persatuan Indonesia Ditengah ”Bara Api” Politik

Jateng & DIY

21 Mei 2019 20:05 WIB

Aksi mahasiswa Solo Raya ganti baju 01 dan 02 menjadi 03 sebagai simbol persatuan Indoensia, di RM Dapur Ndeso Nogiri Mbak Yun, Mangkubumen, Banjarsari, Solo, Senin (20/5/2019).

SOLO, solotrust.com – Mahasiswa sebagai kaum intelektual diajak untuk menjadi pelopor persatuan dan kesatuan untuk bangsa dan negara Indonesia ditengah panasnya dinamika politik menjelang penetapan resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tentang Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih.

Seperti disampaikan Ketua Gerakan Mahasiswa Kawal Persatuan Ismail Syafruddin kepada solotrust.com di sela acara Rapat Umum Mahasiswa Solo Raya dan Buka Bersama di Rumah Makan Dapur Ndeso Nogiri Mbak Yun, Mangkubumen, Banjarsari, Solo, pada Senin (20/5/2019) sore.



”Kita sebagai mahasiswa harus menjadi agent of control di tengah masyarkat. Kita ini garda terdepan bangsa harus menjadi pelopor persatuan. Polarisasi politik memang begitu kuat antara pendukung petahana dan kubu penantang. Beberapa masyarakat memang fanatik, mereka memiliki persepsi masing-masing, ini sudah seperti di bara api, mahasiswa harus menjadi penengah dan mendinginkan suasan bukan justru menambah keruhnya suasana,” katanya.

Ketika disinggung mengenai munculnya Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat 22 Mei 2019 yang dilakukan oleh kubu Prabowo Subianto karena menganggap Pemilu 2019 diwarnai unsur kecurangan, menurut Sekretaris Gerakan Mahasiswa Kawal Persatuan, Novel, aksi tersebut secara substansial berpihak pada kemaslahatan rakyat. Akan tetapi, jika GNKR disusupi untuk sebuah kepentingan politik yang sifatnya sektoral sekelompok orang yang haus akan kekuasaan, hal itu sudah melenceng dari kemaslahatannya dan melawan konstitusi.

”Sebenarnya sah-sah saja kalau sesuai dengan konstitusi, tapi kalau aksi itu sebagai upaya mendelegitimasi lembaga penyelenggara Pemilu kami juga tidak akan setuju, inkonstitusional namanya, kita harus percaya KPU sebagai instrumen demokrasi di negara kita. Maka dari itu, kami ingin menjadi subyek persatuan, mengarahkan masyarakat agar tidak terprovokasi,” beber Novel.

Ratusan mahasiswa yang merupakan gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Solo Raya ini juga mendaratkan komitmen bersama untuk meneguhkan semangat persatuan bangsa demi merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonsia (NKRI).

Bahwasannya, mereka sepakat merawat dan menjaga spirit persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa dan tetap berpegang teguh pada prinsip Pancasila dan Bhinneka, mereka sepakat menolak provokasi dan menyerukan agenda perdamaian dan rekonsiliasi seluruh elemen bangsa pasca Pemilu 2019 dan sepakat bergerak mengedukasi masyarakat untuk merawat keakraban dan kohesi sosial demi keituhan dan kebangkitan Indonesia.

Adapun dalam kegiatan ini juga dilakukan simbolisasi tukar kaus antara pendukung 01 dan pendukung 02, mereka mengganti baju mereka dengan kaus angka 03, sebagaimana dibutirkan dalam amalan Pancasila ke-3, Persatuan Indoneia.

Sementara itu, Kepala Kesbangpol Surakarta, Indradi menyampaikan, mahasiswa sebagai tonggak bangsa Indonesia harus memahami 4 pilar, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Bagaimana mahasiswa dituntut peran aktifnya dalam mengobarkan semangat persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat yang berbeda-beda latar belakang.

”Indonesia negara yang besar terdiri dari sekitar 17 ribu pulau, kemajemukan suku, budaya, agama, ras dan bahasa menjadi kekayaan yang harus disyukuri, perbedaan itu ada di Indonesia, tapi tahun 1945 dengan perbedaan Indonesia bisa merdeka, mari kita syukuri, bahwa tidak bisa semua harus sama satu golongan, perbedaan harus dihargai, saling mengenal, mengerti dan memahami karakter bangsa, dengan mengenal maka akan memahami tidak ada miss komunikasi,” jelas dia.

Menukik pada peristiwa Reformasi 1998, menurutnya hal itu tidak relevan dengan apa yang dialami bangsa sekarang ini. Ia membeberkan peristiwa tersebut murni hadir karena aspirasi masyarakat seluruhnya, berbeda dengan gerakan-gerakan yang muncul dalam kontestasi Pilpres 2019, di mana tujuannya hanya untuk kepentingan sektoral kelompok tertentu, bukan demi kepentingan bangsa.

”Dibutuhkan pemikiran yang luas, teladan bagi masyarakat. Intinya mahasiswa kami ajak untuk menggaungkan memahami kembali konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Kondisi saat ini banyak yang terpapar hoaks, mahasiswa harus bijaksana dalam mengelola media sosial dan memberikan pencerahan kepada masyarakat,” pungkas dia. (adr)

(wd)