Serba serbi

Balitek DAS Perkenalkan Teknologi Memanen Air Hujan

Teknologi

22 Agustus 2019 11:56 WIB

Konferensi Pers "Hasil Kajian Mitigasi Bencana Kekeringan", di Kantor Balitek DAS, Jalan Ahmad Yani Surakarta, Selasa (20/8/2019).

SOLO, solotrust.com - Bencana kekeringan di tahun 2019 ini berpotensi menyebabkan defisit ketersediaan air maupun kebakaran hutan dan lahan di beberapa wilayah. Kepala Balitek DAS Ir R Gunawan Hadi Rachmanto di kantornya Jalan Achmad Yani, Selasa (20/8/2019) mengatakan, saat ini pihaknya bersama pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak dari bencana kekeringan, seperti mendistribusikan kurang lebih 7.045.400 liter air bersih, pembuatan sumur bor, kampanye hemat air, serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Balai Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Balitek DAS), salah satu unit kerja Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan kajian untuk antisipasi dan mitigasi bencana kekeringan yang bisa meminimalkan dampak bencana kekeringan di Indonesia.



"Hasil kajian tersebut berupa teknologi sederhana untuk memanen air hujan, instalasi daur ulang air limbah skala rumah tangga, informasi ilmiah jenis tanaman yang tahan terhadap kekeringan, serta rekomendasi kebijakan untuk mitigasi bencana kekeringan," papar Gunawan.

Lebih lanjut, Kepala Balitek DAS itu mengatakan, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana kekeringan. Bahkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksikan bahwa musim kemarau tahun 2019 lebih kering daripada tahun 2018, yang akan melanda 28 provinsi dengan luas wilayah 11,774.437 ha dan mengancam 48.491.666 jiwa manusia. 

"Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga telah menginformasikan bahwa ada 75 wilayah kabupaten dan kota yang terdampak kekeringan, yaitu Jawa Barat 21, Banten 1, Jawa Tengah 21, DI Yogyakarta 2, Jawa Timur 10, Bali 2, NTT 15, dan NTB 9. " imbuh Ka Balitek DAS

Sementara itu, Peneliti Utama Balitek, Purwanto mengimbuhkan, pihak Balitek DAS juga mengajak masyarakat membuat teknologi sederhana pemanenan air hujan bertujuan untuk mengumpulkan dan menyimpan air hujan untuk persediaan di musim kemarau.

"Didasari dengan masalah rawan kekeringan yang sering terjadi di wilayah Indonesia setiap tahunnya, kami melakukan kajian antisipasi. Yakni dengan teknologi sederhana memanen air hujan," jelas Purwanto.

Teknologi sederhana ini pun nantinya, menurut Purwanto, diharapkan dapat pula diaplikasikan oleh rumah tangga maupun gotong royong masyarakat hingga jangka panjang.

"Teknologi sederhana ini berupa bak tampung/sumur tampung, sumur resapan untuk menambah cadangan air bagi sumur konvensional, serta embung.  Umumnya teknologi ini diimplementasikan untuk wilayah yang mempunyai curah hujan relatif tinggi. Sedangkan jenis tanaman yang direkomendasikan untuk wilayah yang berpotensi kekeringan adalah kacang tanah. Selain tahan terhadap kekeringan, harga produk tanaman ini juga cukup stabil dan bisa meningkatkan pendapatan petani," jelas Purwanto.

Terkait gerakan nyata yang telah dilakukan pihaknya, Purwanto kembali menjelaskan program memanen air hujan itu telah terlaksana sejak tiga tahun lalu di, seperti halnya di Dusun Pamor, Desa Bandardowo, Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan.

"Itu kita hanya memberi contoh, meskipun bukan dalam skala besar, akan tetapi skala rumah tangga, Jadi, bagaimana memanen air yang dari atap dapat kita alirkan lewat talang, kemudian ada yang masuk ke sumur, masuk bak, lalu ada juga yang masuk sumur resapan. Lalu satu lagi, dari tadi yang ada resapan ada recyceling untuk supaya dapat digunakan kembali seperti untuk mandi juga mencuci. Itu yang kami lakukan di Dusun Pamor, Desa Bandardowo. Itu sudah berjalan sejak tahun 2015 hingga 2018," jelasnya.

Hingga saat ini, teknologi sederhana itu telah diaplikasikan oleh sedikitnya 6 kepala keluarga di wilayah Grobogan bagian timur.

"Kemudian masyarakat sudah mulai mengadopsi atau mencontoh. Dimana di situ sudah ada enam kepala keluarga yang telah membuat aliran air dari talang yang langsung masuk ke sumur. Kedua, membuat kolam berukuran 2 x 3 meter di sekitar sumur untuk memasukkan ke sumur utamanya. Lalu ada yang membikin jugangan atau lubang tanah. Jadi sekitar sumur itu dibikin lubang, supaya air hujan bisa masuk ke situ," tandasnya.

Instalasi daur ulang air limbah cuci dan mandi skala rumah tangga diharapkan dapat menambah persediaan air bersih di musim kemarau. Untuk meminimalisasikan dampak bencana kekeringan, Balitek DAS juga merekomendasikan pemerintah daerah tidak hanya menetapkan status tanggap darurat, tetapi harus mempunyai master plan yang terencana dan detail untuk periode pendek, menengah maupun panjang. (Kc).

(wd)