Ekonomi & Bisnis

Tak Disangka, Awal Pandemi Omzet Penjual Telo Naik 200% Tembus Rp300 Juta/Bulan

Ekonomi & Bisnis

21 November 2020 14:31 WIB

Toni Anandya Wicaksono menunjukan hasil olahan singkong

SALATIGA, solotrust.com – Pandemi Covid-19 menjadi momok berbagai kalangan dan berimbas semua sektor, salah satunya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tak sedikit pula bisnis dari kalangan kecil ini gulung tikar dikarenakan omzet kian menurun. Namun, tidak demikian bagi pemilik usaha Agrotelo milik Toni Anandya Wicaksono di Ngaglik Kampung Telo, Salatiga. 

Toni yang berani meninggalkan pekerjaan lamanya dan membuka usaha pada 2016, kini bisa menikmati jerih payahnya. Bersama 30 karyawannya, Toni berani mengolah singkong menjadi kuliner yang diminati hingga sekarang. Dirinya mengaku jika kualitasnya terus dijaga, termasuk bahan baku yang menurutnya didatangkan dari daerah pegunungan, salah satunya Wonosobo. 



“Bahan baku telo (singkong-red) di sekitar sini sebenarnya ada, namun saya pilih ambil di daerah pegunungan di Wonosobo karena lebih bagus,” kata Toni Anandya Wicaksono. 

Olahan yang dibuat Agrotelo ini beragam, konsumen disajikan 17 varian rasa. Di samping itu, Toni juga menyediakan singkong dalam bentuk frozen alias beku. Diungkapkan, pelanggan rata-rata dari luar kota, yakni Jakarta dan Surabaya. 

“Jadi yang paling banyak orderan saya terima dari Kota Surabaya,” ungkapnya. 

Lebih lanjut, ditanya soal dampak pandemi yang belum berakhir ini, Toni Anandya Wicaksono memiliki jawaban mencengangkan. Tempat produksinya, yakni Agrotelo, omzet justru naik 200 persen saat awal pandemi.

Toni berspekulasi, kenaikan terjadi lantaran saat itu Jakarta sedang memberlakukan masa awal pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Orang-orang yang masih memiliki tabungan dan tidak bisa bepergian, akhirnya memilih membeli di Agrotelo dengan kemasan frozen

“Awal Jakarta dilakukan PSBB, saat pandemi justru omzet naik 200 persen karena banyak orang di rumah dan tabungan juga masih banyak. Mereka memesan singkong dalam bentuk frozen,” ujarnya. 

Omzetnya pun disebutkan Toni Anandya Wicaksono, sebelum adanya pandemi sebesar Rp300 juta setiap bulan, sedangkan saat situasi sekarang ini omzet turun menjadi Rp200 juta per bulan.

Toni juga mengatakan masih adanya order pembelian dan bahkan cenderung stabil omzetnya. Hal itu lantaran dirinya menjaga kehigienisan dari produksinya. Di tokonya, Toni menyediakan wastafelmengatur jaga jarak, dan bermasker utamanya karyawan. 

“Higienis menjadi kunci utama toko kami, seperti karyawan selalu memakai masker lalu ada pembatasan dari mika antara penjual dan pembeli,” terangnya. (elv)

(redaksi)