Hard News

Masjid Resmi Pertama Athena Dibuka Lagi Saat Natal

Sosial dan Politik

25 Desember 2020 13:31 WIB

Masjid di Athena (Foto: The Guardian)

Solotrust.com - Natal disambut antusias para jemaah Muslim di Athena, menyusul dibukanya kembali masjid resmi pertama di Ibu Kota Yunani setelah sempat ditutup hanya beberapa hari pascaperesmiannya pada November.

Kebijakan pemerintah melakukan relaksasi lockdown memungkinkan umat Ortodoks Yunani menghadiri misa pada Hari Natal. Itu artinya masjid juga akan dapat beroperasi.



“Kami telah memutuskan, tanpa diskriminasi, bahwa setiap tempat ibadah dapat mengadakan kebaktian dan doa selama jemaah dibatasi untuk 25 orang,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Agama, Giorgos Kalantzis, dikutip dari The Guardian, Kamis (24/12/2020).

Beberapa lembaga keagamaan telah merasakan dampak tak mengenakkan akibat pemberlakuan lockdown di Yunani. Salah satunya masjid baru Athena.

Tuntutan untuk pendirian tempat ibadah bagi orang Muslim sudah ada sejak hampir 200 tahun setelah penarikan pasukan Ottoman dari kota dan hari-hari awal negara Yunani ketika baru merdeka.

“Ketika (masjid) kami akhirnya dibuka pada awal November, itu untuk lima hari dan hanya satu kali salat Jumat,” keluh imam yang ditunjuk pemerintah, Mohammed Sissi Zaki.

“Setelah lockdown, ini adalah berkah yang sangat besar,” imbuhnya.

Sejak penutupan tiba-tiba, Zaki, warga kelahiran Maroko, menjadi salah satu dari sedikit orang beribadah di masjid yang didanai negara itu. Masjid tersebut dibangun di atas bekas pangkalan angkatan laut di zona industri Iera Odos.

Setiap hari, lima kali sehari, Zaki menunaikan salat di ruangan luas berkarpet biru. Signifikansi tindakan itu tidak pernah hilang darinya.

“Dengan kebahagiaan, kepuasan, dan kelegaan yang luar biasa, kami dapat mengatakan bahwa kami benar-benar ada di sini,” kata imam berusia 55 tahun itu.

Meskipun tersembunyi dari pandangan publik, tanpa menara, dan di bawah penjagaan polisi, bangunan itu, kata pegiat hak asasi manusia, setuju melakukan lebih dari sekadar memperbaiki kekosongan agama yang telah ada sejak Yunani mengusir Ottoman dari Athena pada 1833.

“Ini bukan hanya tentang hak asasi manusia dan kebebasan beragama ribuan Muslim,” kata Dimitris Christopoulos yang sebelumnya mengepalai Federasi Internasional Hak Asasi Manusia berbasis di Paris.

“Ini tentang memikirkan kembali dan menemukan kembali identitas Yunani dalam semua warna dan kompleksitasnya, mencakup 400 tahun pemerintahan Ottoman,” tambahnya.

Sebagian warga Yunani telah lama memiliki imej negatif terhadap Islam, di mana mereka menyamakannya dengan sikap represif saat pendudukan Turki Ottoman.

“Selalu ada masjid di Athena, tetapi setelah kemerdekaan kami memilih untuk menghapusnya dari ingatan kami,” imbuh Christopoulos, profesor ilmu politik dan sejarah di Universitas Panteion.

“Kami memiliki persepsi identitas tradisional anti-Islam yang tidak ada hubungannya dengan Islamofobia Eropa klasik, tetapi sentimen anti-Turki, dan itu telah dimasukkan ke dalam kisah masjid.”

Diyakini ada sekira 250 ribu warga Muslim tinggal di Athena. Mayoritas terdiri atas orang Pakistan, Suriah, Afghanistan, dan Bangladesh.

Imam Zaki mengatakan masjid itu cukup besar untuk menampung 350 jemaah pria dan 70 wanita di ruang berdekatan.

“Di musim panas, lebih banyak orang bisa berkumpul di luar,” katanya dengan antusias sambil menunjuk halaman dikelilingi taman yang baru dibangun dan alun-alun dengan air mancur.

Sebelumnya Zaki menjadi sukarelawan di salah satu dari banyak masjid darurat yang menjamur. Sebagian besar di flat bawah tanah karena tidak adanya tempat ibadah Muslim resmi.

Pemerintah telah memperingatkan bahwa masjid akan ditutup jika tak mendapatkan izin pendirian.

“Hanya 10 dari 70 (masjid) yang saat ini beroperasi di Athena memiliki izin,” kata Kalatzis.

“Ini menimbulkan risiko keamanan.”

Di masa lalu, polisi yang disoroti oleh pendukung sayap kanan Golden Dawn akan menggerebek masjid bawah tanah. Namun hari ini, Zaki menyambut baik kehadiran polisi tersebut. Kata-kata “hentikan Islam” tetap terukir di trotoar di luar gerbang baja yang mengarah ke situs itu, sebagai pengingat permusuhan terhadap masjid.

“Kami adalah satu-satunya negara di Eropa yang membangun dan mengoperasikan masjid dengan dana publik dan saya pikir itu bisa menjadi pesan,” kata Kalantzis.

“Orang Yunani tidak pernah memiliki masalah dengan Islam itu sendiri,” sambungnya.

Pihak berwenang berharap dengan mengawasi operasi masjid dan meminta Muslim duduk di dewannya akan terhindar dari aksi radikalisme.

“Kami menghabiskan puluhan tahun untuk mengkampanyekan hal ini dan apa yang kami dapatkan? Tempat ibadah yang bahkan tidak memiliki menara,” kata Naim el Ghandour, seorang pengusaha Mesir yang mengepalai Asosiasi Muslim Yunani.

“Kami tidak ingin berdoa dalam kotak persegi yang terlihat seperti gudang. Kami hanya akan senang jika kami berdoa di tempat yang terlihat seperti masjid,” pungkasnya. (and)

(redaksi)