Hard News

Deng Jia Xi, Remaja Cantik Tumbal Demokrasi Myanmar

Global

5 Maret 2021 14:30 WIB

Deng Jia Xi menjadi salah satu korban meninggal kebrutalan aparat keamanan Myanmar (Foto: Facebook)

Solotrust.com - Nama Deng Jia Xi mendadak menjadi perbincangan netizen. Foto-fotonya berseliweran di beranda media sosial. Deng Jia Xi menjadi salah satu korban meninggal kebrutalan aparat keamanan Myanmar menangani pengunjuk rasa.

Dalam salah satu foto, gadis muda itu berjongkok di antara sesama pengunjuk rasa anti-kudeta. Ia menatap menantang pasukan keamanan Myanmar, mengenakan kaus hitam bertuliskan 'Everything will be ok (Semuanya akan baik-baik saja-red)'. Beberapa menit kemudian, dia meninggal tertembak peluru tajam. Kehidupannya mendadak sirna hanya karena menuntut demokrasi.



Pada foto lain terlihat tubuh Deng Jia Xi sudah tak bernyawa dengan darah mengalir dari kepalanya. Fotonya melengkapi banyak gambar tragis lainnya, mendokumentasikan puluhan korban kekerasan militer dalam aksi demonstrasi damai di Myanmar.

Deng Jia Xi dikabarkan baru berusia 19 tahun. Dalam postingan terakhirnya di Facebook pada Minggu, ketika sedikitnya 18 orang tewas dalam demonstrasi berdarah di Myanmar, Deng Jia Xi menawarkan untuk mendonorkan darahnya kepada siapa saja yang membutuhkan.

Postingan itu pun mendapatkan 127 ribu tanda 'suka' dalam beberapa jam, saat kabar kematiannya di Mandalay beredar di media sosial. Banyak pengunjuk rasa sekarang membubuhkan nomor kontak darurat dan golongan darah di lengan mereka, mengantisipasi jika terbunuh atau membutuhkan perawatan medis mendesak.

Melansir The Telegraph, Jumat (05/03/2021), Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan 38 orang telah tewas dalam tragedi berdarah Rabu (03/03/2021) lalu.

Pasukan keamanan Myanmar secara brutal membendung gelombang protes dengan menembakkan peluru tajam. Militer telah melakukan kudeta pada 1 Februari lalu dan menahan para pemimpin sipil negara itu.

Menurut akun media lokal dan Reuters, dua orang tewas di Mandalay dan satu di Yangon ketika polisi melepaskan tembakan pada Rabu. The Monywa Gazette juga melaporkan lima orang tewas dalam demonstrasi lokal.

Menurut aktivis mahasiswa Moe Myint Hein, demonstran lain ditembak mati di pusat Kota Myingyan.

“Mereka menembaki kami dengan peluru tajam. Satu orang terbunuh, dia masih muda, seorang remaja laki-laki, ditembak di kepala,'' kata Moe Myint Hein yang juga mengalami luka di kaki kepada Reuters melalui telepon.

Rekaman tragis lainnya yang tak dapat diverifikasi secara independen, namun menyebar dengan cepat di media sosial, menunjukkan petugas medis dipukuli polisi. Bukan itu saja, rekaman juga menunjukkan mayat diseret pasukan keamanan, dan seorang tentara menembaki penduduk sebuah gedung karena merekam patroli.

Kebrutalan pasukan keamanan terjadi sehari setelah dorongan diplomatik regional untuk mengakhiri krisis yang telah berlangsung selama sebulan. Pada Selasa, negara-negara tetangga Myanmar di Asia menekan rezim militer untuk membebaskan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi yang ditahan, termasuk menghentikan kekerasan terhadap penentang kudeta.

Inggris telah meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menggelar pertemuan pada Jumat (05/03/2021), membahas aksi kekerasan yang terus meningkat ketika tentara dan petugas polisi menembakkan gas air mata, meriam air, peluru karet, dan peluru tajam.

Atas usulan London, pertemuan DK PBB akan berlangsung secara tertutup pada Jumat sore.

Namun, rezim militer sejauh ini kurang memerhatikan kecaman keras komunitas internasional atas kudeta dan tuntutan untuk transisi demokrasi damai.

Sementara Facebook, salah satu situs media sosial paling populer di Myanmar, telah melarang militer dan mengambil sikap tegas terhadap hasutan untuk melakukan kekerasan. Banyak tentara dilaporkan beralih ke TikTok untuk memvideokan ancaman kepada pengunjuk rasa.

Dalam sebuah pernyataan kepada The Telegraph, TikTok mengatakan mereka berkomitmen untuk mempromosikan lingkungan aplikasi yang aman dan ramah di platformnya.

“Kami memiliki Pedoman Komunitas yang jelas yang menyatakan bahwa kami tidak mengizinkan konten yang menghasut kekerasan atau informasi salah yang menyebabkan kerugian bagi individu, komunitas kami, atau publik yang lebih luas. TikTok akan terus mengikuti prinsip-prinsip ini secara global, termasuk seputar isu-isu seperti hasil pemilu,” katanya.

Terkait kondisi Myanmar, TikTok menegaskan mereka telah dan akan terus menghapus semua konten pemicu kekerasan dan menyebarkan informasi salah. Selain itu secara agresif juga melakukan pemantauan untuk menghapus konten melanggar pedoman perusahaan. (and)

(redaksi)