SOLO, solotrust.com - Akhir akhir ini publik disuguhkan fenomena mural berisi kritik terhadap pemerintah di berbagai kota di Indonesia. Hal itu pun dinilai sebagai ekspresi penyampaian aspirasi di tengah permasalahan sosial ekonomi.
Masyarakat tidak punya akses
Pengamat Sosial Politik Universitas Sebelas Maret (UNS), Andriko Sandria menilai maraknya mural tentang sindiran kepada pemerintah terjadi karena tidak adanya ruang yang cukup bagi publik untuk menyampaikan aspirasi langsung kepada penguasa.
"Masyarakat tidak punya akses untuk menyampaikan aspirasi. Kalau ada akses pasti sangat terbatas," ujar Andriko Sandria, saat dihubungi solotrust.com, Kamis (02/09/2021).
Pihaknya menilai, bahasa visual yang disampaikan adalah bentuk komunikasi masyarakat yang memiliki keterbatasan akses untuk berkomunikasi langsung dengan pemerintah.
"Bahasa mural, bahasa visual yang lahir di ruang publik adalah bahasa komunikasi yang tidak boleh dikesampingkan oleh pemerintah," kata Andriko Sandria.
Lembaga legislatif kurang berfungsi
Menurutnya, lembaga legislatif yang seharusnya mampu menyalurkan aspirasi masyarakat dinilai kurang efektif dalam menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat yang diwakili.
"Lembaga legislatif sebagai perwakilan suara masyarakat seharusnya bisa menyampaikan pesan dari masyarakat ke pemerintah. Kalau pesannya nggak tersampaikan, masyarakat larinya ke ruang publik yang bisa diakses. Sarana yang bisa diakses yang mana, ya dinding-dinding di jalan, sosmed (social media)," papar Andriko Sandria.
Penghapusan mural timbulkan efek domino
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, sikap spontan penghapusan mural berisi kritik terhadap pemerintah justru menimbulkan efek domino munculnya mural sejenis di tempat-tempat lain. Menurutnya, lebih bijak jika pemerintah merespons keresahan yang disampaikan lewat pesan mural dengan menggulirkan kebijakan yang tepat.
"Kalau menghapus malah semakin cepat memicu, yang benar adalah jangan menghapus, tapi merespons dengan kebijakan baru yang mampu menjawab," tutur Andriko Sandria.
Dia pun menilai, fenomena mural seperti ini tentulah tidak bisa dilakukan oleh masyarakat yang tidak memiliki keahlian tertentu dalam seni menggambar. Ada kalangan masyarakat tertentu yang memiliki kapabilitas untuk membuat mural sedemikian rupa.
Seniman jalanan berusaha melihat realita di masyarakat.
Menurut Andriko Sandria, para seniman jalanan berusaha menginterpretasikan realita masyarakat. Karya mural adalah pesan yang disampaikan dari realita sosial yang mereka lihat.
Di lain sisi, pengamat sosial politik UNS ini menilai tidak ada pemerintahan yang sanggup mencapai tahap kesempurnaan. Oleh karena itu, dirinya menilai wajar apabila ada sebagian masyarakat yang akan mengkritik hasil-hasil kebijakan pemerintah.
"Kalau ekspektasinya kesempurnaan, mungkin nggak ada pemerintah yang mampu memenuhi kesempurnaan yang diinginkan semua masyarakatnya," ujar Andriko Sandria.
Sejauh pengamatannya terhadap para pelaku usaha di Kota Solo, mereka tidak serta merta memberatkan permasalahan ke pemerintah. Dirinya justru khawatir jika fenomena seperti ini akan dimanfaatkan oknum-oknum tertentu.
Menurut Andriko Sandria, Kota Solo telah melonggarkan kebijakan bagi para pelaku ekonomi.
"Kalau menurut saya di Solo akses ekonomi sudah cukup dibuka," ucapnya. (Imam Hatami)
(and_)