Solotrust.com - Dmitry Muratov dari Rusia dan Maria Ressa dari Filipina adalah dua jurnalis yang menerima Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini.
Sebagaimana dikabarkan The Associated Press (11/12), keduanya menerima penghargaan itu pada hari Jumat di Norwegia. Dalam sambutannya, keduanya memperingatkan bahwa dunia membutuhkan pelaporan independen untuk melawan kekuatan pemerintah otoriter.
Komite Nobel Norwegia menganugerahkan mereka Hadiah Nobel Perdamaian 2021 untuk perjuangan terpisah mereka untuk kebebasan berekspresi di negara-negara dimana wartawan menghadapi serangan, pelecehan, dan pembunuhan yang terus-menerus.
"Ya, kami menggeram dan menggigit. Ya, kami memiliki gigi yang tajam dan cengkeraman yang kuat. Tapi kami adalah prasyarat untuk kemajuan. Kami adalah penangkal melawan tirani," kata Muratov tentang wartawan.
Muratov (59) adalah salah satu pendiri surat kabar independen Rusia Novaya Gazeta pada 1993. Sementara itu Ressa (58) ikut mendirikan Rappler, sebuah situs berita yang kritis terhadap pemerintah Filipina, pada 2012.
Ressa, orang pertama dari Filipina yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian, memberikan penilaian suram terhadap industri jurnalisme, dengan mengatakan "era persaingan untuk berita sudah mati."
"Kita perlu membantu jurnalisme independen bertahan, pertama dengan memberikan perlindungan yang lebih besar kepada jurnalis dan melawan negara-negara yang menargetkan jurnalis," kata Ressa.
Ketua Komite Nobel Norwegia Berit Reiss-Andersen mengatakan kebebasan berbicara dan informasi adalah "prasyarat dasar bagi demokrasi itu sendiri". Dia mengatakan para pemenang "adalah peserta dalam perang dimana kata-kata tertulis adalah senjata mereka, dimana kebenaran adalah tujuan mereka dan setiap pengungkapan penyalahgunaan kekuasaan adalah kemenangan".
Muratov mengatakan bahwa di Rusia, jurnalisme "sedang melalui lembah gelap" dengan banyaknya wartawan dan aktivis hak asasi manusia dicap sebagai "agen asing".
"Banyak rekan kami kehilangan pekerjaan. Beberapa harus meninggalkan negara itu. Beberapa kehilangan kesempatan untuk hidup normal untuk jangka waktu yang tidak diketahui. Mungkin selamanya," kata Muratov.
Muratov mengakhiri pidatonya dengan meminta majelis untuk menghormati wartawan yang telah memberikan hidup mereka untuk profesi ini, dengan mengheningkan cipta selama satu menit.
"Saya ingin jurnalis mati tua," katanya.
Pada hari Kamis, Federasi Jurnalis Internasional yang berbasis di Brussels mengatakan bahwa pemenjaraan pekerja media sedang mengalami peningkatan, dengan 365 wartawan ada di balik jeruji, lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 235. Sembilan wartawan tewas dalam menjalankan tugas di Afghanistan dan 102 dipenjara di Cina. Rusia masih memiliki 12 wartawan di balik jeruji besi, dan tiga wartawan tewas di Filipina. (Lin)
(zend)