SOLO, solotrust.com- Sebagian pelajar mungkin ada yang belum paham mengenai sistem kredit semester (SKS) yang biasanya digunakan mahasiswa. Sejak 2007, Kementerian Pendidikan Nasional menerapkan SKS pada tingkatan sekolah menengah atas, termasuk SMA Negeri 3 Surakarta.
SMA Negeri 3 merupakan SMA pertama di Solo yang menerapkan program SKS. Sekolah yang terletak di Jalan Profesor WZ Yohannes, Jebres itu sudah mengaplikasikan program pembelajaran dengan SKS mulai Tahun Ajaran (TA) 2016/2017.
Dengan sistem SKS, peserta didik bebas menentukan sendiri berapa banyak beban belajar yang akan diikuti tiap semester. Namun tidak sebebas mahasiswa, SMAN 3 Surakarta sudah memiliki paket SKS yang mesti ditempuh siswa.
Nantinya siswa bisa memilih masa studinya, mulai dari 4 semester hingga 6 semester. Tapi untuk pengelompokkan tersebut, SMAN 3 akan mengadakan seleksi melalui tes.
Wakil Kepala bidang kesiswaan, Widodo menjelaskan, proses seleksinya mirip dengan masuk akselerasi. Setelah pengumuman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), maka siswa yang terima di SMAN 3 Surakarta akan dikelompokkan melalui sebuah tes khusus.
Terkait kuota siswa untuk kelas SKS, Widodo mengatakan belum bisa pastikan. Jika menilik TA 2016/2017, SMAN 3 membuka program 4 semester untuk dua kelas IPA dan satu kelas IPS." Jadi bisa dua, tiga, atau satu kelas," kata Widodo kepada Solotrust.com.
Program SKS ini awalnya dicetuskan pihak sekolah setelah dihapuskannya Program Akselerasi oleh pemerintah. Dengan adanya program ini, anak-anak dengan bakat cerdas istimewa tetap bisa mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan.
Keberadaan program SKS ini pun disambut baik oleh siswa beserta orangtua. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, Widodo mengatakan masih menemukan beberapa kendala. Misalkan, saat siswa mendaftar ke perguruan tinggi lewat jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK), tidak semua perguruan tinggi memahami sistem SKS di SMA.
Kemudian, Widodo menambahkan masalah manajemen pengelolaannya seperti jam mengajar guru yang menjadi relatif padat.
"Program ini seperti akselerasi, jadi ketika kita mengajar 20 anak, maka karakternya benar-benar 20, menonjolnya 20. Ini yang ekstra, jadi kita perlu merangkul mereka dengan pendampingan psikologi untuk mengarahkan mereka," kata dia. (mia)
(wd)