SOLO, solotrust.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menggelar Kirab Boyong Kedhaton dalam peringatan Hari Jadi Kota Solo ke-277 yang jatuh pada Kamis (17/2). Rangkaian Kirab Boyong Kedhaton digelar untuk mengingat kembali prosesi perpindahan keraton Mataram Islam dari Kartasura menuju Desa Sala, yang juga menjadi acuan penetapan Hari Jadi Kota Solo.
Acara dimulai sekitar pukul 15.30 WIB oleh para peserta –yang terdiri dari: Pasukan berbusana prajurit keraton, sesajen, wanita pembawa jenang, pemain musik, pasukan pembawa patung gajah dan kuda, kereta kuda, dan pohon beringin– menyusuri Jl. Jenderal Sudirman untuk menuju halaman Balai Kota sebagai puncak rangkaian.
Dari pantauan Solotrust.com , tidak nampak kepadatan berlebih dalam acara kirab dari Banteng Vasrenburg menuju Balai Kota Solo, Jl. Jenderal Sudirman tak ditutup total selama acara, dan tetap terpantau lancar, dengan sedikit penyesuain arus lalu lintas kendaraan.
Setiba di halaman Balai Kota Solo, para peserta acara menampilkan berbagai pertunjukan; mulai dari aksi kolosal, tari-tarian, dan termasuk aksi teatrikal pendeklarasian nama Surakarta Hadiningrat oleh Sri Susuhunan Pakubuwono II (PB II) sebagai tonggak berdirinya Kota Solo. Para peserta beraksi diiringi musik gamelan Jawa.
Di depan Balai Kota, nampak hanya sedikit tamu undangan, dan hanya beberapa masyarakat umum yang tidak nampak terlalu menyemuti acara ini. Protokol kesehatan (prokes) dijalankan dengan pengawasan pihak keamanan.
Acara berlangsung lancar hingga sekitar pukul 16.30 WIB, tamu undangan dan masyarakat umum nampak langsung meninggalkan area pertunjukan tak berselang lama kemudian.
Dimodifikasi Tanpa Menghilangkan Esensi
Namun, ada yang berbeda dari kirab di tahun-tahun sebelumnya. Rute kirab dari Benteng Vastenburg menuju halaman Balai Kota Solo atau sekitar 300 meter, terbilang sangat pendek jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain memperpendek rute acara, Pemkot Solo juga membatasi peserta kirab kali ini, yang hanya dihadiri sekitar 100 peserta.
Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa menyatakan, bahwa modifikasi rangkaian acara HUT Kota Solo ini dilakukan salah satunya karena kondisi pandemi yang sedang ganas, dengann tanpa maksud menghilangkan esensi acara.
“Semuanya kan, budaya ada sebagian yang dimodernisasi, sudah dimodifikasai sedimikian rupa, karena budaya berkembang, tapi pakemnya tetap pasti ada. Tetapi tidak mengurangi makna dari berdirinya Kota Solo ini,” kata Teguh.
Teguh juga menegaskan, bahwa acara ini dirancang sedemikian rupa. Menurutnya, hal tersebut dilakukan agar acara ini tetap dapat dilangsungkan sebagai pengingat lahirnya Kota Solo.
“Pindahnya keraton kan sejarah, pemerintah ini dari keraton Kartasura ke Surakarta ini kan sejarah. Sekelumit apapun, sependek apapun (rute) tetap kita lakukan, ya, biarpun tidak seperti sebelum Covid. Ini tetap kita lakukan dalam kondisi apapun,” pungkasnya. (dks)
(zend)