Solotrust.com - Diabetes merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular penyebab kematian tertinggi di Indonesia, selain jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, bahkan menekankan diabetes tak terkontrol dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti komplikasi jantung, stroke, dan gagal ginjal yang mengharuskan pasien melakukan cuci darah sepanjang hidupnya.
''Penyakit gula itu jelek sekali. Kenapa? karena dia ibu dari segala penyakit. Kalau kadar gula tidak terkontrol selama tiga sampai lima tahun itu pasti harus cuci darah, atau kena stroke atau kena jantung,'' ujar Menkes baru-baru ini dalam kunjungannya di Sumbawa Barat.
Sebagai gambaran, seorang penderita diabetes telah mengalami komplikasi gagal ginjal harus melakukan cuci darah sekitar tiga hingga empat hari per pekan.
Dalam sekali cuci darah membutuhkan waktu tiga hingga empat jam. Hal ini tentunya memengaruhi kualitas hidup, produktivitas, serta ekonomi penderita.
''Artinya ini tidak ada kehidupan lagi. Kalau bisa jangan sampai cuci darah. Nah, supaya jangan cuci darah jangan diabetes, supaya jangan diabetes gula darahnya harus dikontrol,'' harap Menkes.
Pola hidup sehat diperlukan untuk mengatasi penyakit ini, seperti dengan menjaga pola makan sehat, menjaga berat badan ideal, mengontrol kolesterol dan kadar gula dalam darah, serta aktif melakukan aktivitas fisik.
Lalu, makanan seperti apa yang baik untuk penderita diabetes?
Serat pangan diketahui mampu melindungi tubuh dari penyakit akibat pola makan kurang baik, termasuk untuk penderita diabetes. Salah satu sumber pangan lokal sudah diteliti memiliki serat pangan cukup tinggi adalah umbi garut dan umbi gembili.
Hal itu dikemukakan peneliti serat pangan dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Sunarti, M Kes dalam talkhow "Serat Pangan dalam Penanganan Sindrom Metabolik" di Ruang Perpustakaan FKKMK UGM.
Sunarti, sebagaimana diwartakan UGM, menuturkan kedua umbi tersebut sudah dilakukan uji klinis dengan diujicobakan pada pasien terkena penyakit diabetes mellitus (DM).
Dikatakan Sunarti, pangan yang memiliki kandungan serat pangan tinggi umumnya mengandung indeks glikemik (IG) rendah di bawah angka 55. Namun, kedua jenis umbi ini justru menghasilkan angka lebih rendah lagi.
"Indeks glikemik rendah sampai angka 32," kata penulis buku tentang serat pangan ini.
Indeks Glikemik (IG) adalah suatu ukuran digunakan untuk mengindikasikan seberapa cepat karbohidrat yang terdapat dalam makanan dapat diubah menjadi gula oleh tubuh manusia.
Sunarti menuturkan, meski kedua umbi ini memiliki tingkat IG rendah, namun rendah dan tingginya juga bergantung dengan cara memasaknya agar serat terkandung di dalamnya bisa larut dalam tubuh setelah dikonsumsi.
"Proses pengolahan makanan bisa memengaruhi dengan pemanasan 150 derajat Celcius selama 15 menit, serat yang larut akan lebih banyak," katanya.
Meski diketahui memiliki IG rendah, namun kedua umbi ini sangat sulit didapat karena jarang ditanam para petani.
Apabila dikembangkan lebih banyak, menurut Sunarti, tentu sangat memberikan manfaat bagi kesehatan, apalagi pada penderita DM, sekaligus mengurangi kebergantungan pada pangan impor seperti gandum.
"Bisa mengangkat pangan lokal, mengurangi kebergantungan pada gandum yang tidak semua tubuh penderita bisa cocok,” katanya.
Sunarti menepis anggapan sayuran memiliki serat pangan tinggi dan diperlukan tubuh. Menurutnya, sayuran memiliki serat, namun tidak larut dalam tubuh.
"Sayuran memiliki serat, tapi tidak larut. Serat larut itu ada di buah-buahan dan umbian," terangnya.
Serat larut, kata Sunarti, mampu mengendalikan absorpsi makanan dan menimbulkan rasa kenyang lebih lama sehingga cocok dikonsumsi para penderita DM dan mereka yang ingin menjaga berat badan (diet).
"Kita tahu penderita DM itu rasa lapar lebih sering, bila tidak dibatasi akan meningkatkan kadar gula," ungkapnya. (Lin)
(and_)