Serba serbi

Kota Lama: Vibes Kolonial yang Takkan Hilang

Wisata & Kuliner

17 Januari 2024 09:41 WIB

Kota Lama Semarang. (Foto: Instagram/@achmadsyariefw/@jacatra)

SEMARANG, solotrust.com - Kota Lama atau umumnya dikenal sebagai Kota Tua adalah bukti kekayaan sejarah, budaya, dan warisan Nusantara. Berada di jantung Kota Semarang, kawasan Kota Lama mengajak pengunjung untuk merasakan suasana zaman dulu.

Tak hanya itu, kawasan ini juga meninggalkan beberapa bangunan yang dibangun dari zaman Belanda, seperti Gereja Blenduk, Gedung Marba, Taman Srigunting, dan Gedung Jiwasraya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Kota Lama.



1. Gereja Blenduk


Foto: Instagram/@budisg

Gereja Blenduk dulunya merupakan gereja yang digunakan warga Semarang untuk beribadah. Gereja ini kali pertama dibangun pada 1753 oleh Portugis.

Gereja Blenduk menggambarkan keindahan arsitektur kolonial Belanda yang megah. Kata “blenduk” berasal dari bahasa Jawa berarti “bulat”, mengacu pada ciri khas bentuk kubahnya.

Gereja Blenduk merupakan bangunan bersejarah dan pusat keagamaan menawarkan pengalaman spiritual, sekaligus memperkenalkan kita pada periode sejarah yang kaya.

Kehadirannya di Kota Tua memancarkan pesona abadi yang ada dari zaman dulu dan menjadi saksi bisu perjalanan kota ini selama berabad-abad. Gereja Blenduk bukan sekadar tempat ibadah, namun termasuk bagian dari warisan budaya Kota Lama dan wajib dijaga serta dilestarikan untuk generasi mendatang.

2. Gedung Marba


Foto: Instagram/@agungsetya87

Gedung Marba Kota Lama merupakan peninggalan bersejarah memukau dengan arsitektur mencerminkan kemegahan era kolonial. Kata "Marba" adalah singkatan dari "Markas Barisan," awalnya menjadi tempat pertemuan dan markas organisasi tentara.

Kini, Gedung Marba menggambarkan keanggunan masa lalu yang bertahan melalui masa kini. Gedung Marba dibangun pada 1904. Dahulu gedung ini berupa sebuah toko bernama “Zikel” dibangun dan dimiliki Jolink Barend.

Pada 1930-an, krisis ekonomi melanda dunia dan berdampak pada toko “Zikel”. Akhirnya toko ini ditutup dan pada 1932 bangunan tersebut dijual kepada seorang pengusaha kaya Yaman bernama Marta Bardjunet.

Sejarah Gedung Marba dimulai ketika kepemilikannya berpindah ke Marta Badjunet. Sebagai bentuk penghormatan terhadap pemilik baru, gedung itu diberi nama Gedung Marba, gabungan nama depan pemiliknya, pengusaha kaya raya Marta Bardjunet.

3. Taman Srigunting


Foto: Instagram/@sekar_maulita_l

Taman Srigunting seperti memadukan alam hijau dan jejak sejarah. Sebuah titik sentral di jantung distrik bersejarah, taman ini menawarkan kesempatan kepada pengunjung untuk bersantai sambil mengagumi pesona Kota Tua.

“Srigunting” artinya gunting kecil, mencerminkan keunikan dan keteraturan pengelolaan taman ini. Taman Srigunting lebih dari sekadar tempat rekreasi. Taman ini penting dalam mencapai keseimbangan antara pembangunan perkotaan dan perlindungan lingkungan.

Mengunjungi Taman Srigunting, kita dapat melihat bagaimana alam dan sejarah hidup berdampingan secara harmonis untuk menghadirkan ruang yang memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani.

Dalam rangkaian ini, Gereja Blenduk, Gedung Marba, dan Taman Srigunting menjadi salah satu pusat keindahan Kota Lama. Melalui perlindungan, apresiasi, dan partisipasi aktif kita dapat merawat warisan budaya ini, melestarikan kekayaan sejarahnya, dan membuka jendela masa depan dalam pesona masa lalu.

(Stefanus Julian)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya