JAKARTA, solotrust.com - Menindaklanjuti masukan masyarakat terkait implementasi uang kuliah tunggal (UKT) tahun ajaran 2024/2025 dan sejumlah koordinasi dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk PTN berbadan hukum (PTN-BH), Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menyampaikan keputusan pembatalan kenaikan UKT.
Pihaknya pun menyampaikan terima kasih atas masukan konstruktif dari berbagai pihak. Nadiem Makarim mengaku mendengar sekali aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat.
"Kemendikbudristek pada akhir pekan lalu telah berkoordinasi kembali dengan para pemimpin perguruan tinggi guna membahas pembatalan kenaikan UKT dan alhamdulillah semua lancar. Baru saja saya bertemu dengan bapak presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Dalam waktu dekat Kemendikbudristek akan mereevaluasi ajuan UKT dari seluruh PTN," kata dia, selepas bertemu Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/05/2024), dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, kemdikbud.go.id.
"Saya bertemu bapak presiden untuk membahas berbagai hal di bidang pendidikan, salah satunya adalah perihal UKT. Saya mengajukan beberapa pendekatan untuk bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Terkait implementasi Permendikbudristek, Dirjen Diktiristek akan mengumumkan detail teknisnya," lanjut Nadiem Makarim.
Sebagai latar belakang, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) diterbitkan sebagai dasar peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi PTN dan PTN-BH.
Penyesuaian SSBOPT juga mempertimbangkan fakta meningkatnya kebutuhan teknologi untuk pembelajaran, mengingat perubahan pada dunia kerja juga semakin maju teknologinya, sementara SSBOPT tidak pernah dimutakhirkan sejak 2019. Kemendikbudristek dalam hal ini mendorong perguruan tinggi agar dapat memberikan pembelajaran relevan kepada mahasiswa.
Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 juga menekankan dua hal utama menjadi pertimbangan dalam penentuan UKT, yakni asas berkeadilan dan asas inklusivitas.
Sebelumnya, sejumlah miskonsepsi terjadi di tengah masyarakat. Sebenarnya, Permendikbudristek tersebut hanya berlaku bagi mahasiswa baru. Ada kemungkinan PTN keliru ketika penempatan mahasiswa dalam kelompok UKT yang tidak sesuai kemampuan ekonominya karena data yang diberikan mahasiswa tidak akurat.
Ada segelintir PTN sebelumnya memiliki UKT rendah atau belum disesuaikan selama lebih dari lima tahun, sehingga kenaikan UKT dirasa tidak wajar. Ada pula kesalahpahaman kelompok UKT tertinggi berlaku untuk kebanyakan mahasiswa, padahal secara keseluruhan hanya 3,7 persen mahasiswa baru ditempatkan pada kelompok UKT tertinggi.
(and_)