Pend & Budaya

Menyongsong AI di UKDW, Mitra Pembelajaran atau Ancaman Nalar?

Pend & Budaya

18 Juni 2025 11:15 WIB

Ilustrasi (Dok. Pixabay/Sujins)

YOGYAKARTA, solotrust.com - Istilah artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dalam beberapa tahun terakhir,menjadi semakin akrab di telinga kita. Teknologi ini bukan lagi sekadar wacana futuristik seperti dalam film-film fiksi ilmiah, melainkan telah hadir dan menyatu dalam keseharian, baik dalam aktivitas sosial, ekonomi, hingga pendidikan.

Di tengah arus digital begitu deras, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) sebagai institusi pendidikan tinggi terus beradaptasi, menyambut AI bukan sebagai ancaman semata, melainkan menjadi mitra pembelajaran potensial, tentunya dengan tetap mempertimbangkan sisi etis dan nilai akademik.



Apa Itu AI dan dari Mana Asalnya?

AI adalah cabang dari ilmu komputer bertujuan untuk menghadirkan sistem yang mampu meniru kecerdasan manusia, seperti berpikir, memecahkan masalah, mengenali suara, dan membuat keputusan. Gagasan ini sudah muncul sejak pertengahan abad ke-20 ketika ilmuwan seperti Alan Turing dan John McCarthy mulai memikirkan kemungkinan mesin yang bisa berpikir. Sejak saat itu, perkembangan AI sangat pesat.

Jika dulu AI terbatas pada permainan catur atau pengenalan karakter, kini AI sudah mampu menjalankan mobil secara otonom, menyusun diagnosis medis, hingga membuat konten digital.

AI di Sekitar Kita: dari Google Maps hingga YouTube

Di Indonesia, AI hadir dalam bentuk-bentuk yang sering kita gunakan sehari-hari, mungkin tanpa kita sadari. Saat Anda menggunakan Google Maps untuk menghindari kemacetan, sistem AI-lah yang menganalisis data lalu lintas secara real-time. Ketika Anda membuka YouTube, AI merekomendasikan video berdasarkan kebiasaan menonton Anda.

Di e-commerce, AI menampilkan produk sesuai minat Anda, dan bahkan di sektor transportasi, mobil pintar dengan sistem navigasi cerdas mulai diperkenalkan. AI juga mulai digunakan dalam layanan publik, seperti chatbot pemerintahan, asisten virtual untuk layanan pelanggan, serta sistem prediksi penyakit dalam dunia kesehatan. Fenomena ini menunjukkan AI tidak hanya canggih, namun juga semakin dekat dengan keseharian masyarakat.

AI dan Pendidikan Tinggi: Peluang Besar, tapi Bukan Tanpa Tantangan

Dalam dunia pendidikan tinggi, AI mulai diterapkan dalam berbagai aspek. Di tingkat global, universitas-universitas sudah menggunakan Learning Management System (LMS) berbasis AI untuk menyesuaikan materi pembelajaran berdasarkan performa mahasiswa.

Selain itu, sistem evaluasi otomatis dan analisis data pembelajaran memungkinkan dosen memahami kebutuhan tiap mahasiswa secara lebih mendalam. Di Indonesia, penerapan AI di perguruan tinggi mulai terlihat. Misalnya, penggunaan plagiarism checker berbasis AI untuk menjaga integritas akademik, atau penggunaan AI untuk transkrip otomatis dalam kuliah online.

Beberapa kampus juga mulai menjajaki sistem bimbingan akademik berbasis AI yang dapat memberikan rekomendasi mata kuliah atau jalur karier bagi mahasiswa. UKDW sendiri juga tak tinggal diam. Dalam semangat transformasi digital bertanggung jawab, UKDW terus membekali dosen dan mahasiswa dengan pemahaman serta keterampilan relevan dengan perkembangan teknologi, termasuk AI.

Di berbagai unit studi dan pengembangan, AI mulai diperkenalkan sebagai bagian dari solusi pembelajaran dan riset. Pendekatan ini dilakukan bukan untuk menggantikan peran manusia, melainkan memperkuat proses pembelajaran dan pengambilan keputusan.

Kendati AI menawarkan banyak kemudahan, pertanyaan etis dan akademik pun muncul. Jika mahasiswa terlalu bergantung pada AI, misalnya dalam menyusun tugas, menulis esai dengan bantuan chatbot, atau menjawab soal ujian menggunakan alat bantu AI, apakah hal ini akan merosotkan kualitas pendidikan? Apakah mahasiswa akan kehilangan kemampuan berpikir kritis dan orisinal?

Inilah dilema yang harus dihadapi institusi pendidikan. Di satu sisi, AI adalah alat bantu luar biasa. Ia dapat mempercepat akses informasi, mempermudah riset, dan membantu mahasiswa belajar secara mandiri.

Di lain sisi, jika tidak disertai kesadaran etis dan pengawasan akademik, AI bisa membuat mahasiswa menjadi pasif dan kehilangan kreativitas. Karena itu, diperlukan pendekatan pedagogis secara tepat: bukan melarang AI, melainkan mengajarkan cara menggunakannya dengan bijak.

Mahasiswa perlu diberi pemahaman AI hanyalah alat, bukan pengganti nalar dan integritas akademik. Di sinilah peran penting kampus seperti UKDW untuk mendidik, bukan hanya dari sisi teknis, namun juga nilai-nilai menyertainya.

Menyambut AI dengan Bijak

Alih-alih melihat AI sebagai lawan, pendidikan tinggi perlu menyambutnya sebagai peluang pembelajaran yang etis dan inklusif. Dengan integrasi cermat, AI dapat menjadi mitra dalam merancang sistem belajar lebih personal, efisien, dan relevan dengan kebutuhan zaman.

UKDW sebagai universitas menjunjung nilai kemanusiaan dan transformasi digital, siap mengambil bagian dalam perjalanan ini. Dengan tetap berpijak pada nilai kristiani, integritas akademik, dan semangat inovasi, AI bukanlah ancaman, namun jembatan menuju pembelajaran lebih bermakna.

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya