BANDUNG, solotrust.com - Gempa besar di Lombok Utara terjadi secara beruntun pada 29 Juli, 15 Agustus dan 19 Agustus 2018. Publik pun bertanya-tanya, mengapa Lombok bisa diguncang gempa terus-menerus dengan skala hampir sama dalam kurun sebulan terakhir.
Menjawab hal ini, Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis hasil kajian analisis gempa tektonik mengguncang Lombok Utara akhir Juli hingga Agustus 2018 dari tinjauan Geologi dan Geofisika. Kajian ini sebagai upaya Badan Geologi mengedukasi masyarakat terkait penyebab bencana gempabumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditinjau dari sisi ilmiah.
Pusat Survei Geologi mengungkapkan, rangkaian kejadian gempa dalam satu bulan terakhir di Lombok disebabkan aktivitas sesar naik di bagian Utara Pulau Lombok, merupakan bagian (detachment fault) dari zona Patahan Naik Busur Belakang Flores (Flores Back Arc Trust).
Menurut Peneliti Geologi Senior Pusat Survei Geologi, Joko Wahyudiono, berdasarkan hasil analisis mekanisme fokal, tiga gempabumi utama dengan skala besar di Lombok pada 29 Juli, 5 Agustus dan 19 Agustus 2018 berada pada segmen bidang patahan sama.
"Gempa yang terjadi pada 29 Juli dan 5 Agustus tersebut masih berada pada segmen bidang patahan yang sama, namun berbeda subsegmen area asperitinya," terang dia pada Geoseminar Kajian Gempa Lombok di Kantor Badan Geologi, Bandung, Jumat (31/08/2018).
Menurut Joko Wahyudiono, hasil analisis menggunakan pemodelan tiga dimensi dilakukan Pusat Survei Geologi, rangkaian gempa di Lombok terjadi pada bidang segmen Sesar Naik Lombok Utara, merupakan sesar atau patahan dengan area asperiti tinggi.
Dalam bidang kegeologian, asperiti merupakan area pada bidang patahan/sesar ‘terkunci’ dan memiliki gaya friksi tinggi. Energi utama penghasil gempa adalah dari pelepasan asperiti ini.
Peneliti Utama Bagian Seismotektonik Badan Geologi, Asdani Soehaimi, mengatakan penyebab gempa Lombok adalah hasil dari pergerakan sesar naik tegak (back-arc thrusting), berada di sebelah Utara Gunung Rinjani.
Hasil pemodelan yang sudah dianalisis tim ahli, sesar naik pada gempa Lombok mempunyai tingkat asperiti tinggi, terjadi pada bidang segmen sesar naik Lombok Utara, sehingga menghasilkan banyak gempa terus-menerus (foreshock, mainshock dan aftershock).
Adapun hingga saat ini belum ada tulisan ilmiah dapat membuktikan adanya aktivitas kegempaan yang langsung memengaruhi aktivitas gunung api. Asdani Soehaimi menepis isu terjadinya gempa bumi Lombok akan mengakibatkan aktifnya gunung api Rinjani.
"Adanya gempa bumi di Lombok hingga saat ini belum memengaruhi aktivitas Gunung Rinjani. Walaupun begitu, masyarakat diimbau lebih waspada terhadap adanya ancaman potensi longsor di beberapa wilayah dengan titik rawan longsor seperti di puncak dan lereng Rinjani," tandasnya, dilansir dari laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, esdm.go.id, Sabtu (01/09/2018).
(and)