SOLO, solotrust.com - Wakil Ketua Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Jawa Tengah (Jateng), A. Agung Shusena, mengungkapkan bahwa pasar jamu mengalami penurunan selama tahun 2018.
"Memang banyak sekali masalah di industri jamu, salah satunya aturan-aturan dari BPOM yang sangat memberatkan. Saya kasihan para pelaku usaha di Nguter Sukoharjo tidak bisa produksi lagi karena banyak aturan yang tidak masuk akal," tuturnya pada solotrust.com.
Ia menjelaskan, salah satu aturan itu yang dimaksud adalah Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB itu semacam Good Manufacturing Practice (GMP) untuk jamu. GMP adalah sistem untuk memastikan bahwa produk secara konsisten diproduksi dan diawasi sesuai standar kualitas.
Selain itu, paradigma pemerintah saat ini yang masih menyamakan jamu dengan obat (Farmasi). Untuk itulah, GP Jamu berupaya agar jamu tidak disamakan dengan Farmasi karena berbeda. Menurutnya, seharusnya perizinan untuk jamu ada sendiri. Justru fitofarma yang disamakan dengan Farmasi.
"Kalau sekarang ini izinnya hampir sama jadi berat banget makanya banyak yang tutup," imbuh pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Gujati Grup tersebut.
Evaluasi lain selama tahun 2018, masih banyak ditemukan jamu-jamu obat atau jamu yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat (BKO). Ia mendesak, seharusnya ini menjadi evaluasi mendalam bagi pemerintah, mengapa masih banyak jamu yang dicampur obat banyak sekali di pasaran.
Meski ia mengakui, hal tersebut mulai ditangani oleh pemerintah dan sudah bagus tapi belum tuntas. Akibatnya, masih ada yang beranggapan negatif terhadap produk jamu. Bahkan ada masyarakat yang takut mengkonsumsi jamu karena takut dicampur obat.
"Itu viral banget, dan masih sangat membebani kami. Kami mau berupaya memperluas jamu tapi masyarakat tidak mau karena ketakutan itu tadi," tegasnya.
Kendala lain yang dihadapi oleh para pengusaha jamu adalah dari segi konsumen. Sebab peminum jamu sudah mengalami pergeseran saat ini. Hanya para orang tua atau usia dewasa dan anak-anak yang masih setia mengkonsumsi jamu. sedangkan anak-anal muda agak jarang minum jamu.
"Anak-anak muda lebih suka yang instan seperti minuman berenergi. Karena jamu ini paradigmanya sulit diubah," pungkasnya. (Rum)
(wd)