Solotrust.com - Kekisruhan di Myanmar terus berlanjut dan telah merenggut banyak korban jiwa. Sedikitnya 38 orang dikabarkan meninggal dunia pada Rabu (03/03/2021). PBB menyebutnya sebagai hari paling berdarah sejak kudeta militer sebulan lalu.
Utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan ada rekaman mengejutkan yang terjadi di Myanmar. Sorang saksi mata menyebut pasukan keamanan melepaskan tembakan dengan peluru karet dan peluru tajam.
Schraner Burgener mengungkap sedikitnya 50 orang telah tewas dan banyak pengunjuk rasa terluka sejak kudeta dimulai. Sebuah rekaman video memperlihatkan polisi memukuli kru medis sukarelawan yang tidak bersenjata. Foto lain menunjukkan seorang pengunjuk rasa ditembak dan mungkin terbunuh di jalan.
"Saya tanya beberapa ahli persenjataan dan mereka bisa verifikasi ke saya. Belum jelas, tapi sepertinya senjata polisi itu seperti senapan mesin ringan 9mm, jadi peluru tajam," ujarnya, dikutip dari BBC, Kamis (04/03/2021).
Di lain pihak, Save the Children juga melaporkan, dua anak laki-laki berusia 14 dan 17 tahun, termasuk di antara korban tewas dalam aksi kekerasan itu. Seorang remaja wanita berusia 19 tahun juga dikatakan termasuk di antara korban tewas.
Setidaknya enam orang dilaporkan ditembak mati selama protes di Monywa, Myanmar Tengah. Seorang jurnalis lokal mengatakan kepada Reuters, sedikitnya 30 orang lainnya terluka dalam kerusuhan itu.
Sementara seorang relawan medis mengatakan kepada kantor berita AFP di Myingyan, sedikitnya sepuluh orang terluka di sana.
"Mereka menembakkan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam," katanya.
"Mereka tidak menyemprot kami dengan meriam air, [tidak ada] peringatan untuk bubar, mereka hanya menembakkan senjata," kata seorang pengunjuk rasa di kota itu kepada Reuters.
Di Mandalay, seorang mahasiswa pengunjuk rasa mengatakan kepada BBC, para demonstran tewas di dekat rumahnya.
“Saya kira sekitar jam 10 pagi atau 10:30, polisi dan tentara datang ke daerah itu dan kemudian mereka mulai menembaki warga sipil. Mereka tidak memberikan peringatan apa pun kepada warga sipil.
"Mereka baru saja keluar dan mulai menembak. Mereka menggunakan peluru karet, tetapi mereka juga menggunakan peluru tajam untuk membunuh warga sipil dengan cara kekerasan."
Sementara itu, militer Myanmar belum mengonfirmasi terkait kasus kematian yang dilaporkan. Protes massal dan tindakan pembangkangan sipil terjadi di seluruh Myanmar sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari. Para pengunjuk rasa menyerukan diakhirinya pemerintahan militer dan menuntut pembebasan para pemimpin pemerintah terpilih negara itu, termasuk Aung San Suu Kyi yang digulingkan dan ditahan dalam kudeta itu.
Aksi kudeta dan tindakan kekerasan terhadap para demonstran telah menuai kecaman internasional. Namun, sejauh ini tetap diabaikan militer Myanmar.
Bereaksi atas tragedi berdarah pada Rabu, Inggris menyerukan pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Jumat (05/03/2021). Sementara Amerika Serikat (AS) mengatakan sedang mempertimbangkan tindakan lebih lanjut terhadap militer Myanmar.
Kekerasan terbaru terjadi sehari setelah negara-negara tetangga Myanmar mendesak militer untuk menahan diri. (and)
(redaksi)