SOLO, solotrust.com - Pandemi Covid-19 melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu, menimbulkan kisah pilu bagi sejumlah pihak, baik bagi penyintas maupun dokter, tenaga kesehatan, dan relawan yang sama-sama berjibaku menangani krisis kesehatan ini.
Walau ancaman Covid-19 jelas-jelas ada di depan mata, faktanya tidak semua orang percaya terhadap virus maut itu. Lebih parahnya lagi, sebagian kalangan menganggap Covid-19 merupakan konspirasi dan berperilaku tak terpuji kepada para dokter, tenaga kesehatan, dan relawan yang membantu penanganan pasien/jenazah Covid-19.
Hal ini pernah dialami salah satu anggota Badan Koordinasi Pelaksana (Bakorlak) Search and Rescue (SAR) Universitas Sebelas Maret (UNS), Supriyanto Nugroho yang saat ini menjadi relawan pengubur jenazah pasien Covid-19 di Sragen.
Supriyanto sudah bergabung dengan Bakorlak SAR UNS sejak 2010 silam. Ia menceritakan alasannya tergerak untuk menjadi relawan dan tantangan yang dihadapinya selama menguburkan jenazah pasien Covid-19.
Ia mengungkapkan panggilan untuk mau menjadi relawan pengubur jenazah Covid-19 bermula ketika relawan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi (RSDM) berkeluh kesah soal sulitnya memakamkan jenazah pasien Covid-19 di Sragen.
“Lalu, saya dan teman-teman Bakorlak SAR UNS yang ada di satu daerah dengan saya berembuk bersama anggota SAR MTA. Setelah oke, lalu kami memulai giat yang pertama dan terbentuklah relawan gabungan volunteer Covid-19,” terang Supriyanto, Senin (28/06/2021).
Lebih jauh Supriyanto mengatakan niat mulianya membantu menguburkan jenazah pasien Covid-19 sempat dilarang ibunya sendiri. Namun, setelah memberikan pemahaman kepada sang bunda, dirinya mendapat restu dan mulai aktif membantu.
“Saya tidak bisa membantu dengan harta benda, cuma dengan tenaga yang saya bisa. Dan, dari Bakorlak SAR UNS ada empat personel yang ikut giat. Ada saya, Panji, Imam Muhlisin, dan Witanto,” tambahnya.
Dalam proses penguburan jenazah pasien Covid-19, Supriyanto dan relawan lain dari Bakorlak SAR UNS telah dibekali alat pelindung diri (APD) dan alat kubur, seperti helm, kacamata Google, sepatu boot, masker, bambu, dan tali plastik/tambang.
Selama menjadi relawan pengubur jenazah pasien Covid-19, Supriyanto enggan dibayar sepeser rupiah pun. Sebab, ia sedari awal sudah berkomitmen membantu sesama yang memerlukan.
Komitmen Supriyanto lantas diikuti rekan-rekan lainnya sesama relawan, baik dari Bakorlak SAR UNS maupun tim SAR lainnya. Sampai-sampai Wakil Ketua I PMI Sragen Soewarno menyebut Supriyanto dan para rekannya merupakan relawan sangat istimewa.
Kendati pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen telah menganggarkan insentif bagi relawan pengubur jenazah pasien Covid-19, Supriyanto tetap kokoh pada pendiriannya. Ia tidak mau dibayar dan tidak mencairkan insentif tersebut.
“Membantu mereka (korban-red) dengan catatan tidak mengajukan SPJ (surat pertanggungjawaban) yang disediakan Pemkab Sragen dan untuk operasional dari kantong sendiri-sendiri. Biar dana itu untuk keperluan yang lain karena banyak yang lebih penting dan membutuhkan,” ujarnya.
Supriyanto menambahkan untuk kepentingan operasional dan konsumsi berasal dari biaya pribadi. Sesekali para relawan pengubur jenazah pasien Covid-19 juga patungan.
“Giat kami tidak mengenal waktu, seperti saat malam takbir kami selesai giat jam lima pagi,” ceritanya.
Walau Supriyanto memiliki sikap mulia membantu sesama, nyatanya niat baik tidak selalu direspons positif oleh orang lain, termasuk dari warga di sekitar lokasi pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Supriyanto menceritakan, ia bersama para relawan pengubur jenazah pasien Covid-19 pernah mendapat perlakuan tak terpuji. Mulai dari dicemooh sampai diancam warga.
Lebih parahnya lagi, mereka juga nyaris dilempari batu oleh warga di Kecamatan Gondang, Sragen saat hendak memakamkan jenazah pasien Covid-19 dari Madiun.
Kendati sempat mendapatkan perlakuan tak mengenakan, Supriyanto tetap mengapresiasi pihak-pihak yang memberikan perhatian, baik kepadanya maupun relawan pengubur jenazah pasien Covid-19 lainnya. (awa)
(and_)