SOLO, solotrust.com- Indonesia perlu untuk terus memperkuat ketahanan energinya, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab, konsumsi minyak bumi semakin besar seiring bertambahnya penduduk dan kendaraan.
"Kita sudah tidak lagi berbicara eksportir tapi importir. Bayangkan kapasitas kilang kita cuma 1,5 juta barell. Kemampuan kita baru 400 (ribu barell) secara nasional, berarti kita perlu import oil sekitar 1 juta barell. Kondisi kita seperti itu," terang President Director Pertamina Hulu Energi (PHE), R. Gunung Sardjono Hadi saat memberikan kuliah umum di Universitas Sebelas Maret Surakarta, Kamis (15/3/2018).
Gunung Sardjono pun mengajak mahasiswa untuk menghemat penggunaan BBM sejak dini. Salah satu caranya dengan membudayakan jalan kaki. Kata dia, lebih baik berjalan kaki jika ingin menempuh jarak dekat.
Meski mengalami defisit minyak beberapa tahun terakhir ini, Gunung meyakinkan bahwa sumber energi di Indonesia terbilang masih melimpah. Untuk meningkatkan produksi migas, PT Pertamina sendiri telah mengembangkan teknologi yang bernama EOR (Enhance Oil Recovery) atau pengurasan sumur minyak.
Dia menerangkan, ada beberapa metode yang digunakan dalam EOR. Di antaranya adalah steam flooding, surfaktan dan chemical carbon dioxide (CO2).
"Biasanya kita kalau kena oli, menghilangkannya pakai sabunkan? Itu sederhananya. Ini juga sama untuk membersihkan (minyak) membutuhkan bahan kimia, yaitu sulfaktan. Sulfaktan terdapat dalam sabun. Jadi kita menginjeksikan sulfaktan, sehingga minyak yang tertinggal di dalam bumi bisa terangkat," terangnya.
Dengan adanya teknologi tersebut, Gunung menyebutkan Indonesia masih bisa mengeruk sekitar 40-50 persen minyak di dasar bumi. Namun masalahnya, untuk menerapkan teknologi tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar.
Maka dari itu, Indonesia perlu mencontoh China yang menerapkan Marketeer to Marketeer (M2M). "Ayolah berpikirlah kayak China, kita bikin M2M. Misalnya pertanian, saya bisa membangun kelapa sawit yang dijadikan sulfaktan, atau saya punya teknologi baru. Jadi sulfaktan bisa murah, diproduksi secara massal untuk injeksi minyak," kata dia. (mia)
(wd)