Hard News

PPP Sebut Belum Ideal Soal Kontroversi R-KUHP yang Baru Disahkan DPR

Sosial dan Politik

12 Desember 2022 09:51 WIB

Wakil Ketua DPP PPP, Arsul saat memberikan sambutan acara pelantikan PAC dan peluncuran pendaftaran caleg Kantor DPC PPP Karanganyar, Minggu (11/12/2022)

KARANGANYAR, solotrust.com - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (R-KUHP) baru saja disahkan DPR pekan lalu terus mengundang kontroversi. DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyebut R-KUHP belum ideal, namun jauh lebih baik ketimbang R-KUHP sebelumnya yang merupakan peninggalan Belanda.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPP PPP, Arsul Sani, usai menghadiri acara di pelantikan PAC dan peluncuran pendaftaran calon legislatif (Caleg) Kantor DPC PPP Karanganyar, Minggu (11/12/2022).



Arsul Sani yang juga wakil ketua MPR RI ini menyebut R-KUHP baru saja disahkan merupakan formulasi pasal jalan tengah dari berbagai aspirasi masyarakat Indonesia yang tidak mungkin sama dan terpuaskan. Untuk itu, R-KUHP tersebut diyakini merupakan langkah maju karena pasal-demi pasalnya memiliki ruh kontekstual sesuai perkembangan zaman dan kompleksitas permasalahannya.

"Terkait R-KUHP ini sudah diajukan dibahas sejak 2015 dan dibahas detail dengan memerhatikan, mendengarkan sudut pandang, aspirasi serta pemikiran dari berbagai pihak, baik dari masyarakat sipil maupun akademisi, maka dari semua itu tugas kami memformulasikan mencari jalan tengah," terangnya.

Banyak hal baru diatur pada pasal R-KUHP baru tersebut yang jauh beda dibandingkan R-KUHP lama, misalnya tentang formulasi hukuman mati versi baru, yakni terpidana mati tidak langsung dieksekusi, namun diberikan ruang selama sepuluh tahun untuk dipantau terlebih dulu. Jika dalam kurun waktu sepuluh tahun selama ditahanan itu ternyata terpidana mati berubah perilakunya menjadi lebih baik, maka hukuman mati itu bisa berubah menjadi hukuman seumur hidup.

Belum lagi, lanjut Arsul Sani, pasal perzinaan tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) ditegaskan dalam pasal tersebut yang dihukum bukan orang berstatus menjadi LGBT, namun perbuatan cabulnya.

Hanya, selama ini dalam subjek hukum pelaku cabul ini adalah pria dan wanita, sedangkan dalam R-KUHP baru ini ada subjek hukum baru, yakni netral gender. Jika terjadi pencabulan dengan subjek sesama jenis bisa kena hukuman karena pelakunya masuk kategori netral gender.

"Terkait dimasukkannya pasal pencabulan, termasuk di dalamnya pelakunya LGBT ini justru tidak diskriminatif. Pelaku pencabulan dengan subjek LGBT kena pasal, tapi soal pencabulannya bukan hukuman bagi orang berstatus LGBT," tegasnya.

Disetujuinya R-KUHP baru itu, menurut Arsul Sani juga bukan dalam rangka mengamankan kebijakan koalisi partai politik (Parpol) dalam kekuasaan. Semua fraksi, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyetujui dengan catatan. Artinya itu mengingatkan teknis penegakan hukumnya, bahkan Fraksi Partai Demokrat pun setuju.

Jjadi, kata Arsul Sani, ini bukan soal PPP mengamankan rezim, melainkan memang kerja serius membuat undang-undang karena tujuh tahun diproses dan baru berhasil sekarang.

"Intinya jika R-KUHP ini tidak ideal ya, tapi jauh lebih baik daripada KUHP yang lama," pungkasnya. (joe)

(and_)