Hard News

Webinar Kominfo di Balairung Pinang Masak Universitas Jambi: Sosialisasi KUHP "Anti Hoaks KUHP"

Hukum dan Kriminal

13 Desember 2022 13:57 WIB

Webinar Sosialisasi KUHP Anti Hoaks KUHP di Balairung Pinang Masak Universitas Jambi yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI, Rabu (07/12/2022).

Solotrust.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia sukses menggelar seminar hybrid di Balairung Pinang Masak Universitas Jambi, Rabu (07/12/2022).

Seminar mengusung tema Sosialisasi KUHP "Anti Hoaks KUHP" ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Prof. Dr. Drs. Henri Subiakto, S.H., M.A (Guru besar FISIP Universitas Airlangga), Afdhal Mahatta, SH. MH (Tenaga Ahli Komisi III DPR RI), dan Dr. Elly Sudarti, S.H., M.H (Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi).



Kegiatan diawali sambutan dari perwakilan rektor Universitas Jambi Dr. H. Umar, S.H.,M.H dan sambutan dari Direktur IKP Kemkominfo RI, Drs. Bambang Gunawan M.Si.

Dalam sambutannya, Umar menejelaskan tentang isi RKUHP yang baru saja disahkan pada 6 Desember 2022.

KUHP yang baru ini ada tiga hal. Pertama, pemidanaan dan tujuannya. Kalau tujuannya adalah penyelesaian konflik berarti penyelesaiannya harus ada keseimbangan, di sini berarti memerhatikan nilai nilai hukum adat yang ada di dalamnya.

"Kata Von Savigny, hukum itu adalah jiwa rakyatnya. Jadi KUHP sekarang ini mengadopsi jiwa-jiwa rakyat hukum adat, ada di antaranya beberapa, walaupun tidak semua," ungkap Umar.

"Kedua, memisahkan tindakan pidana antara orang dewasa, anak-anak, dan korporasi. Ketiga, dalam menjatuhkan hukum pidana, hakim ada opsi memaafkan. Ini yang tidak ada selama ini di KUHP,” tambahnya.

Sementara, Bambang Gunawan mengatakan, penyusunan RUU KUHP menjadi KUHP melalui proses yang tidak mulus.

“KUHP yang disahkan kemarin telah melalui proses pembahasan yang secara transparan, teliti, dan partisipatif atau demokratis dengan mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan publik. Perjalanan penyusunan RUU KUHP menjadi KUHP tidak selalu terlaksana mulus. Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversi,” jelasnya.

Setelah disahkannya RUU KUHP, banyak informasi yang semu kebenarannya sehingga membuat masyarakat menjadi resah. Apalagi dengan pasal-pasal yang akan menjadi acuan hukum Negara Republik Indonesia.

Para narasumber dalam seminar sosialisasi RKUHP menjelaskan berbagai sudut tentang fakta yang ada.

Guru besar FISIP Universitas Airlangga, Henri Subiakto, mengutarakan saat ini era post truth atau pascakebenaran, muncul kebenaran semu alias false truth.

"Kenapa demikian? Karena yang mengisi ruang-ruang komunikasi kita, itu boleh dikatakan tidak hanya lembaga-lembaga resmi atau katakanlah mereka-mereka yang memiliki komitmen untuk selalu menyampaikan kebenaran, tapi semua orang adalah komunikator,” jelasnya.

Kebanyakan informasi didapat masyarakat umum adalah dari jejaring media sosial (Medsos) atau internet. Namun, tanpa adanya sumber jelas, informasi itu tidak bisa dipercaya.

“Belantara informasi yang ada di dunia digital, dunia maya, medsos, itu sering kali diwarnai dengan kebenaran semu atau informasi-informasi palsu. Ada 210 juta pengguna internet di Ind0nesia, tidak semuanya benar,” kata Henri Subiakto.

Serangkaian proses dari RUU KUHP menjadi KUHP telah berjalan dalam waktu lama dan melewati berbagai tantangan hingga akhirnya telah resmi disahkan. Keputusan ini cukup memicu berbagai argumen publik.

Tenaga Ahli Komisi III DPR RI, Afdhal Mahatta, menyatakan tidak semua hal dalam perundang-undangan diubah.

“Tentu para founding fathers kita dalam menyusun tujuan negara yang kemudian oleh penyusun Undang Undang Dasar disepakati untuk tidak diubah dalam amandemen konstitusi. Adapun tujuan negara adalah pertama melindungi segenap tumpah darah Indonesia, kedua memajukan kesejahteraan umum, ketiga mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun yang terakhir, melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” paparnya.

Pengesahan ini tentunya sudah mempertimbangkan berbagai risiko yang akan dihadapi pemerintah.

“Oleh karena itu pembentuk Undang Undang Dasar, baik DPR maupun presiden selalu berupaya menciptakan produk peraturan perundang-undangan yang bertujuan sebesar-besarnya terhadap kesejahteraan rakyat. Tidak akan mungkin DPR dan presiden dalam menyusun suatu undang undang itu dalam tujuan merugikan masyarakatnya sendiri,” kata Afdhal Mahatta.

“RUU KUHP itu mencerminkan pergeseran paradigma pemidanaan yang tidak lagi sekadar memberikan efek jera dan pembalasan, tapi juga memberikan rasa keadilan yang memulihkan,” tambahnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, Elly Sudarti, mengatakan KUHP sebelumnya adalah KUHP yang dirancang kolonial Belanda.

“KUHP produk kolonial Belanda ini diperuntukkan oleh kita negara jajahan, kita sudah merdeka sejak 1945,” kata dia.

KUHP sebelumnya telah digunakan sebagai landasan hukum di Indonesia lebih dari seratus tahun. Indonesia kini boleh berbangga sebab memiliki landasan hukumnya sendiri dan sesuai dengan nilai nilai yang ada.

“KUHP zaman Belanda ini dibentuk karena sesuai dengan nilai nilai yang dianut oleh Negara Belanda itu, sedangkan kita memiliki nilainya sendiri yang tentunya tidak sesuai dengan nilai yang dianut oleh Negara Belanda,” tandas Elly Sudarti. (Shelsa)

(and_)