BALI, solotrust.com - Dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai persembahan kepada raja-raja di Kerajaan Karangasem, garam amed diakui sebagai garam berkualitas tinggi, sekaligus produk indikasi geografis di Pulau Dewata Bali.
Proses pembuatan menarik serta menggunakan sumber daya alam lokal, garam amed menghasilkan cita rasa unik dan dihargai sebagai mahakarya khas Bali. Tercatat pada 2015 sebagai produk indikasi geografis, garam amed dari Karangasem Bali terus didatangi berbagai pihak.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah (Kanwil Kumham Jateng) salah satu yang mendapatkan kesempatan melihat lebih dekat untuk melakukan studi tiru di tempat produksi garam amed, Rabu (06/03/2024).
Rombongan dipimpin Kepala Kanwil Kumham Jateng Tejo Harwanto, sekaligus untuk meningkatkan dua indikasi geografis garam khas Jawa Tengah, yakni garam Gunung Grobogan dan garam Jetis Purworejo.
"Kami ke sini untuk melihat garam amed, sekaligus memperbanyak ilmu agar indikasi geografis garam di Jateng bisa semakin meningkat," kata Tejo Harwanto.
"Indikasi geografis ini tidak lain untuk meningkatkan perekonomian daerah dan menunjang kestabilan nasional," tambahnya.
Garam amed sendiri dikenal sangat khas, warnanya putih dengan kristal garam berukuran kecil, mudah hancur di mulut, dan memberikan rasa asin yang gampang hilang tanpa rasa pahit.
Selain tercatat sebagai indikasi geografis, garam amed juga mendapatkan sertifikasi dari Uni Eropa CSQA pada 2022 lalu. Hal ini membuat nilai jual garam itu semakin tinggi.
Menurut salah satu karyawan, Nyoman Kara, pengetahuan soal indikasi geografis didapatkan ketika pada 2011 ada warga Prancis dan mahasiswa Indonesia datang untuk berdiskusi soal garam.
Akhirnya, kepala desa, petani, dan kelompok petani garam diundang ke Prancis untuk studi banding dan melihat produksi garam rakyat di sana.
"Di Nantes Prancis, kami belajar mengenai garam, alhasil kami bisa sampai di titik ini," kisah Nyoman Kara.
"Nama amed sendiri diambil dari lokasi tempat diproduksinya garam ini, pesisir Amed," sambungnya menerangkan.
Sementara itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Anggiat Ferdinan berharap melalui kegiatan studi tiru kali ini dapat membawa manfaat dan meningkatkan ilmu tentang indikasi geografis.
"Semoga ini membuka kesempatan dan wawasan kita untuk belajar lebih jauh lagi terkait indikasi geografis," harapnya.
Turut bergabung dalam kesempatan itu, Kepala Bagian Pelayanan Hukum Agustinus Yosi, Kepala Sub Bagian Kekayaan Intelektual Tri Junianto, serta pelaksana pada Sub Bidang KI Kantor Wilayah Jawa Tengah dan Bali.
(and_)